Bapak selalu melarang aku untuk bersikap manja, bahkan memarahi saat terkadang aku sedikit berfoya dengan dunia. Bapak mengajarkan bagaimana hidup sederhana, bagaimana menempatkan diri, bagaimana kerasnya perjuangan, bagaimana menjadi orang yang mandiri tanpa bergantung pada orang lain, bagaimana jadi orang yang menghargai orang lain dan bagaimana menjadi manusia yang bisa bermanfaat bagi sesama.
Bapak sudah hafal dengan asam pahit kehidupan, bahkan masa kanak2nya ia habiskan untuk menafkahi dirinya sendiri. Wajar saja, Bapak anak ke-6 dari 8 bersaudara. Ia tumbuh menjadi seorang lelaki yang tak banyak bicara dan dingin. Suatu masa aku merengek meminta dibelikan sandal baru, karena aku sudah mulai bosan dan tak nyaman dengan sandal lamaku, Bapak bilang "Kamu tuh sudah untung punya sendal bagus! Bapak dulu sandal saja bikin sendiri dari batok kelapa, kesekolah saja sajan lima kilo dengan kaki telanjang! Baju pun cuma punya dua, itupun lungsuran dari Kakak!" aku tertegun, Bapak, alangkah kecilnya aku dimatamu.
Saat umur 6 tahun, Bapak ditinggalkan Kakek pergi ke alam barzah, tiada lagi yang membiayai sekolah, tiada lagi penanggung nafkah, lelaki itu pergi dengan hanya meninggalkan warisan sepetak tanah dan rumah bilik 5x5 meter. Bapak terancam putus sekolah, tapi Bapak mau sekolah, Bapak rela jadi pembantu di rumah orang agar bisa sekolah. Tapi Allah Maha Adil, Bapak orang yang intelegensinya tak perlu diragukan, tiap tahun selalu dapat ranking satu, Bapak orang yang cerdas & rajin hingga disayang guru2nya. Akhirnya Bapak bisa lulus SLTP, sebagai siswa teladan & berprestasi.
Namun, untuk lanjut SMA Bapak tak tahu harus bagaimana biar dia dapat biaya, akhirnya perjuangannya berhenti sampai bangku putih biru saja. Siswa berprestasi itu harus menyerah pada nasib, siswa teladan itu harus mengubur mimpinya dalam-dalam untuk sekolah tinggi, untuk jadi seorang insinyur, ditelikung cengkraman kemiskinan. Bapak mengobati rasa kecewanya dengan merantau ke pulau Andalas, menjadi buruh perkebunan. Bekerja seperti seorang budak. Sekali lagi Bapak harus menelan pil pahit kehidupan yang masih belum bersahabat dengannya.
Siang itu, aku tiba di gerbang Padjadjaran dengannya. Ku tatap lekat tulisan "Universitas Padjadjaran" yang angkuh berdiri diatas bukit itu, kugenggam erat tangan Bapak yang kasar penuh bekas kapalan, diam-diam aku mencuri pandang pada wajahnya yang hitam legam terbakar sinar matahari, matanya berkaca-kaca namun bibirnya tetap tersenyum sumringah. Mata ini mendobrak batas ketegaran, air mata meluncur pelan dari sudutnya.
"Pak, anakmu bisa kuliah di kampus terbaik di tanah kisunda, anakmu jadi calon sarjana, anakmu bisa menyambung asamu yang terkubur lama itu, insya Allah" betapa ingin kukatakan itu padamu Pak, namun tak pernah terucap kata-kata itu dari lisanku.
Lalu belakangan kudengar dari tetangga, sepulang mengantarku dari kampus ini, Bapak dengan banga berkata kepada mereka "anak seorang kuli masih bisa kuliah, biidznillah, anak saya sekarang belajar di Unpad, gratis karena beasiswa! Alhamdulillah!"
Pak, doakan aku supaya bisa jadi anak yang membawamu ke jannah ya 😇
Dont hide yourself! Be comfortable with the way you are, that's okay, it's okay to be okay.
Pages - Menu
▼
Rabu, 30 September 2015
Bapak
Kamis, 02 April 2015
Selasa, 17 Februari 2015
Aku dan FKDF
Aku dan FKDF
Oleh : Rina Parliya
(190110140076)
Fakultas Psikologi Unpad
Bissmillahirrahmanirrahim, Bissmillahitawakaltu...
‘Terdampar’
di kampus idaman ini selama seratus delapan puluh hari membuatku merasakan
banyak rasa manis, asam, pahit dan asinnya kehidupan baru. Betapa tidak, hidup
jauh dari handai taulan, terpisahkan jarak beratus kilo meter dengan Ummi dan
Abi membuatku harus mandiri, menjadi gadis manis Ummi yang berjuang menggapai
ridha Allah (insya Allah) serta menunaikan kewajiban seorang muslim, yaitu
menuntut ilmu dan mencoba menjadi muslim yang bermanfaat bagi sesama muslim
lainnya. Hanya untaian doa yang menjadi pengikat cinta yang terpisah jarak dan
waktu.
Siang yang
terik, mentari menjilati bumi Jatinangor dengan perkasanya, debu jalanan menari
bersama udara, itulah saat dimana pertama kali Allah mengizinkanku menginjakan
kaki di kampus ini. Bale Aweuhan menyambutku dengan gagahnya, diatas lantainya
yang dingin aku pijakan kakiku dan kupijakan pula kuat-kuat niatanku untuk
berzuhud dijalan ini. Ya, jalan ini, jalan dakwah, jalan perjuanganku, ladang
jihadku, ladang amalku, ladang garapanku untuk menanam berbagai pohon ilmu yang
ingin panen buah manfaatnya.
Berawal
dari masjid inilah aku berniat untuk beristiqamah dijalan dakwah. Ya, aku
memang bukan seorang da’i, bukan pula
seorang murabbiyah, bukan pula mas’ulah ataupun hafidzah, tapi betapa aku ingin menjadi pemudi yang senantiasa
terikat dengan masjid, terikat dengan Allah, sehingga semoga Allah menaungi
dihari akhir kelak dimana tiada naungan lain melainkan naungan itu, aamiin.
FKDF,
begitulah mereka menyebutnya, Forum Komunikasi Dakwah Fakultas akronimnya. Yang
terlintas dibenakku adalah sebuah wadah dimana ikhwah bernaung menyatukan visi dan misi dalam berjuang dan
berdakwah dijalan Allah. Tak ada keraguan dalam hatiku, maka ketika ada open
recruitment forum ini pun segera aku mendaftarkan diriku untuk (berharap)
semoga dapat bergabung di keluarga besar ini, turut berjuang bersama saling
menguatkan pundak dan merangkul, berjalan dijalan taqwa mengamalkan ammar
ma’ruf nahiy munkar, insya Allah. Aku menyadari benar betapa banyak kekurangan
dalam diriku tapi aku berharap dapat menjadi lebih baik setelah menjadi bagian
keluarga besar ini.
Kata orang, pemuda-pemudi yang bergabung di
keluarga besar ini adalah mereka ikhwan yang berjanggut serta bercelana ngatung
dan akhwat yang bergamis dan berkerudung lebar. Para ekstrimis yang kerjanya
ceramah dan ngaji saja. Akh sungguh tidak seperti itu dalam benakku, mereka
justru adalah pemuda-pemudi perindu surga (insya Allah) yang mencoba menata
dirinya dan nyunnah, merekalah para pemuda kahfi yang mencari kebenaran haqiqi
dan sungguh tergoda hatiku untuk menjadi bagian dari mereka. Semoga Allah
meridhai.
Aku
telah berkecimpung dalam Kerohanian Islam (Rohis) sejak usia 12 tahun,
Alhamdulillah nikmat mana yang aku mampu dustakan dan aku merasakan banyak
manfaat yang aku dapat dari sana. Tidak harus shalih/shalihah untuk bergabung disana, tapi jika kau ingin menjadi
shalih/shalihah maka bergabunglah!
Ummat ini butuh generasi kahfi, mereka yang memiliki semangat setinggi langit
dan kelapangan dada seluas samudera, maka aku berharap forum ini akan
mengantarkanku pada pencapaian jihadku yang lebih baik. Maka seperti kata-kata
K.H. Rahmat Abdullah: “Tetaplah dijalan
ini, bersama kafilah dakwah ini! Seberat apapun perjalanan yang harus ditempuh,
sebesar apapun pengorbanan untuk menebusnya, tetaplah disini! Jika bersama
dakwah saja kau serapuh itu, lalu sekuat apa kau jika seorang diri?!” Allahuakbar! Berjuanglah dan Allah bersama
kita!
Memutuskan
untuk bergabung menjadi bagian dari keluarga kafilah dakwah ini adalah sebuah
langkah yang harus disertai dengan komitmen untuk bersiap menerima segala
resiko dan pahit manis dari setiap rintangan dan pencapaian dalam perjuangan
dakwah ini. Luruskan niat hanya karena Allah untuk semua perjuangan ini,
bersihkan hati semoga Allah memberi kekuatan pada pundak ini, keteguhan pada
hati ini karena jalan dakwah bukanlah jalan yang mulus dipenuhi taman-taman
indah, melainkan jalan yang dipenuhi segala rintangan dan cobaan, namun segala
kesulitan bukan alasan untuk mundur dari kewajiban mulia ini. Aku berjalan
bersama dakwah dibawah naungan Allah dan yang kuharapkan hanya ridha Allah,
insya Allah. Semangat Kahfi!
Sesungguhnya Engkau
tahu
bahwa hati ini telah
berpadu,
berhimpun dalam naungan
cintamu...
bertemu dalam
keta’atan, bersatu dalam perjuangan
menegakkan syari’at
dalam kehidupan... (Nasyid Rabitah Izzatul Islam)
Wallahu’alam.
Subhanakallahumma, wabihamdika, ashadu’ala
ilahaillaanta, ashtagfirukaa wa’atubuilaih.
Jatinangor,
16 Februari 2015
Kamis, 22 Januari 2015
Cerpenku : Menara Api
Menara
Api
Karya
: Rina Parliya
Angin
gurun mengelus perlahan menerbangkan aroma bubuk mesiu, aroma kegelisahan dan
keketiran seketika menyeruak jua mengendapi hari yang dijilati gagah mentari.
Ameer mengayuh sepeda tuanya melewati gang- gang kecil di pemukiman padat
penduduk Kishmar, sebuah distrik yang berjarak dua belas kilometer dari pusat
pesta nyawa, Jalur Gaza – ranah Al-Aqsa. Raja siang tengah berbahagia menyambut
nyawa – nyawa para syuhada yang dipanggil Tuhannya, suara rentetan peluru yang
dimuntahkan panser – panser Israel tengah memupus segala kedamaian, suara
rentetan itu ibarat lagu yang setiap waktu berdendang mengantar ruh – ruh
kembali ke HaribaanNya, ratusan nyawa tak berdosa telah hilang akibat konflik
tak berkesudahan ini, ratusan wanita menjadi janda, para bocah menjadi yatim
dan para ibu kehilangan buah hati mereka. Ameer menghentikan laju sepedanya dan
dengan segera merobohkan tubuhnya ketanah, kedua matanya yang bening purnama
merekam ketika ratusan muntahan basoka berlomba meluncur mewarnai langit, dadanya
berdegup kencang dan mulutnya tak henti menyebut asma Tuhannya.
“Assalamualaikum
Ustadz!” sapa Ameer begitu dirinya sampai di masjid Al-Ulumussalam. “Waalaykumussalam,
kemarilah Nak!” Ustadz Hakim menutup mushaf Al-Qur’annya dan memandang Ameer
dengan senyum yang bersahabat, iapun duduk didepan Ustadz Hakim dan
mengeluarkan buku catatan lusuhnya dari dalam tas kulit pemberian ayahnya.
“Assalamualaikum! Maaf kami terlambat! Sekte Hizbun telah diserang Ustadz,
Zainab menjadi seorang yatim!” pilu rasanya hati mereka mendengar berita itu,
akan ada berapa ratus lagi anak – anak
yang menjadi yatim akibat kebiadaban tentara Zionis Israel? Retoris yang
menjadi misteri dalam batin mereka. “Innalillahi wainna ilahi raji’un!” jawab
mereka serempak. Semua mematung, luka jelas terlukis di teduh air muka mereka,
hening sesaat. Sesosok tubuh tinggi
semampai, dengan tudung putih yang
melambai dipermainkan angin mendekati mereka, batang hidung yang menjulang
indah tampak serasi dengan sepasang mata sebening embun dan lengkung alis yang
hitam berkilat. Fatima, begitulah gadis belia itu biasa disapa. Teduh wajahnya
tersembunyi dibalik tunduk, setelah mengucap salam iapun duduk disamping Ustadz
Hakim yang tak lain adalah ayahnya sendiri.
Betapapun
gentingnya situasi diranah suci Al-Aqsa ini, namun semangat juang dan semangat
belajar tunas – tunas mudanya untuk belajar tak pernah surut. Ketika setahun
silam ratusan basoka meluluh lantahkan bangunan sekolah Ameer, maka perjuangan
untuk menimba ilmu tak turut terkubur hancur bersama ratapan puing – puing lara
bangunan madrasah itu. Bersama puluhan rekannya, Ameer menimba ilmu di masjid
Al-Ulumussalam, satu – satunya masjid agung yang masih berdiri di distrik
Kishmar. Selepas dzuhur hingga pukul lima petang, mereka belajar bersama para
Ustadz yang dengan sukarela membagi ilmunya pada para santri. Diranah zaitun ini, nyawa ibarat barang obralan yang dengan mudah tumbang diberondong peluru muntahan monster –
monster baja Israel. Ayah Ameer adalah salah satu korban kekejihan Israel,
masih lekat diingatannya, ditengah malam ketika purnama menerangi langit Kishmar,
sekelompok tentara Israel mendobrak pintu rumahnya dan menyeret ayahnya keluar
dan membawanya kedalam mobil box hitam, jerit ibunya yang menyatat purnama tak
sama sekali mereka dihiraukan, hingga detik inipun ayah Ameer tak pernah
kembali dan tak diketahui keberadaannya.
Masjid
dengan kubah putih keemasan dan menara yang tinggi menjulang meniangi langit
ini, selain berfungsi sebagai sarana ibadah dan aktivitas syi’ar Islam, juga
telah menjadi naungan Ameer dan kawan – kawannya menuntut ilmu. Dalam situasi
genting seperti ini, bagi Ameer bukanlah suatu halangan untuk berhenti mengejar
cita – citanya. Serba kurang tak menyulutkan semangatnya, kelak jika ia sudah
dewasa, ia ingin menjadi seorang ahli tekhnologi yang menciptakan peralatan
–peralatan canggih bagi perlindungan keamanan Palestina, sehingga negeri itu
takkan lagi dijajah, “Takkan ada lagi
tangis pilu dam rintih duka atas pertumpahan darah, takkan ada lagi dan tak
boleh ada lagi!” Tegasnya dalam batin. Usia pemuda itu kini sudah menginjak
angka 16, Perang telah mengajarinya banyak hal, termasuk arti mensyukuri nikmat
Allah dan perjuangan tak kenal letih. Ameer faham bahwa dengan pendidikan,
dirinya dapat menjadi cerdas, besar harapannya akan kemerdekaan tanah airnya
ini dari cengkraman kaum Yahudi.
Siang itu, seperti biasa Ameer berpamitan pada
ibunya untuk pergi menuntut ilmu. Ditemani sepeda tuanya ia bergegas pergi,
hanya butuh lima belas menit untuk sampai di Masjid Al-Ulumussalam dan
setibanya disana, sayup terdengar suara lirih merdu lantunan kalam Tuhan. “Ya Ayyuhalladzina aamanu in’tansurullaha
yansurukum, wayusabbit aqdamakum” (Muhammad : 7) desiran hangat menyusupi
relung qalbunya, perlahan ia langkahkan kakinya mendekati sumber suara merdu itu.
Dadanya berdegup kencang ketika kedua matanya menangkap sosok gadis cantik
dengan hijab putih sedang memangku kitab, Fatimaa! Seru batinnya. Ameer tak
pernah mengerti mengapa ada debar halus didadanya tiap kali kedua matanya
memotret teduh air muka Fatimaa. Gadis ayu itu terkadang menari – nari di dalam
otak Ameer, Masa remaja yang ia jejaki kini ternyata sudah mulai terhias rasa
manis menyukai lawan jenis, namun Ameer faham betul bahwa bukan saat yang tepat
untuk mengutarakan isi hatinya kini pada Fatimaa.
“Ameer,
apa yang kamu lakukan disini Nak?” suara berat milik Ustadz Hakim membuyarkan
lamunan Ameer. “Ah Ustadz, tidak, saya hanya sedang menunggu rekan – rekan
lain!” jawab Ameer sekenanya. “Yang lain sudah datang, mari! Fatimaa, pelajaran
akan dimulai, bergegaslah Nak!” seru Ustadz pada Ameer dan pada Fatimaa yang
sedari tadi nampak asyik berkutat dengan mushaf Al-Qur’annya. Gadis itu
menoleh, sepasang mata indah sebening embun itu bertukar pandang dengan
sepasang mata kilat purnama milik Ameer, seuntai senyum tunduk terlempar
bersamaan, degupan kencang bertalu-talu dalam dada Ameer. Pelajaran untuk hari
ini adalah Fisika, Sains dan Al-Qur’an Hadis, dengan apik Ustadz Hakim
menjelaskan semua materi dan dengan sabar menanggapi pertanyaan – pertanyaan dari
anak – anak didiknya.
Diakhir pelajaran, seperti biasanya Ustadz
Hakim memberikan wejangan – wejangan pada para santrinya, “Nak, kalian semua
adalah harapan Al-Aqsa, teruslah belajar dan berjuang, kemerdekaan takkan kita
raih dengan hanya diam berpangku tangan, keterbatasan dan ancaman bukanlah halangan
untuk kalian gantungkan dan kalian raih mimpi – mimpi kalian! Tanah air kita
membutuhkan kalian, tanah air kita memerlukan generasi cerdas untuk memimpin
dan membebaskan kaum kita dari cengkraman Yahudi! Gantungkanlah cita – cita dan
haarapan kalian lebih tinggi dari menara masjid ini! Kelak sekalipun menara
masjid ini runtuh, maka haarapan kalian akan tetap hidup! Belajarlah dengan
bersungguh-sungguh dimanapun, karena dengan kesungguhan itu, kalian dapat
menjadi apa yang kalian ingin! Berjuanglah Nak! Wahai orang – orang yang beriman, barang siapa yang menolong agama
Allah, niscaya Allah akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu! (QS
Muhammad : 7)” tukas Ustadz Hakim dibarengi senyum hangatnya yang menyusupkan keteduhan pada hati santri-santrinya.
Ameer
menghampiri sepeda tuanya yang setia terparkir dihalaman masjid, ia harus
segera pulang karena ia harus membantu ibunya menumbuk gandum dan membuat
adonan roti, perkataan Ustadz Hakim tadi benar – benar membawa hawa positif yang
menggebu dalam diri Ameer. Ia tetap bersyukur masih bisa mengeyam pendidikan
ditengah konflik agama yang berkecambuk, langit Mei ibarat kanvas biru terang
dengan lukisan awan – awan putih, Ameer berdiri dipinggir sepedanya, mata
purnamanya menerawang jauh ke puncak menara masjid yang tinggi menjulang, “Aku berjanji akan menjadi seorang yang
berguna bagi bangsaku, aku berjanji akan terus berjuang untuk kebebasan tanah
airku, aku berjanji akan terus belajar agar aku bisa meraih semua mimpiku, aku
berjanji akan menjadi seorang ahli tekhnologi dan menciptakan peralatan
keamanan anti teror untuk Palestina,, agar kelak Palestina tak lagi tejajah
seperti sekarang, Ya Rabbku, perkenankanlah! Wahai menara yang tinggi menjulang,
saksikanlah! Saksikanlah bahwa mimpiku dan semangatku akan lebih tinggi
menjulang dari padamu! Saksikanlah!” Janjinya dalam hati, sepasang purnama
itu kini menyala berkilat-kilat, sungai kecil mengalir dipipinya dan haru
berkecambuk dibatinnya.
Ameer
mengayuh sepeda tuanya meninggalkan pelataran masjid, namun tiba-tiba terdengar
suara lesingan senjata menderu, sebuah basoka berukuran 2 meter melesat
membelah langit dan dalam hitungan detik tengah siap menghantam menara masjid,
Duuuaaarrrr... akhirnya batang baja itu menabrak puncak menara dan kemudian
meledak, Ameer melompat dari sepedanya dan membanting tubuhnya ke tanah,
bibirnya bergetar menyebut asma Tuhan, dadanya terasa begitu sesak. Menara itu
dalam hitungan menit berubah menjadi menara api, kobaran api menjalar menjilati
tiang langit itu. Tak berselang lama, basoka kedua meluncur membombardir menara
api itu, kali ini menara yang gagah itu terlihat pilu, bagian atas tubuhnya
mulai hancur sedang angin dengan genit menyambar kobaran api, menara itu masih
tampak tegar sebelum kiriman basoka yang ke-7 menggoyahkan kokoh pondasinya dan
akhirnya menara api itu benar – benar tumbang, tak cukup sampai disana, hujan
peluru dan meriampun turut membombardir masjid. Luka dan pilu jelas tergambar
diwajah Ameer, duka mengalir deras dipipinya, sepasang rembulan molek itu kini
tertutup hujan lara, satu – satunya tempat paling agung dan tempatnya menuntut
ilmu kini hanya tinggal tumpukan puing-puing, hatinya seakan turut remuk terkubur bersama reruntuhan, perasaannya pun
seaakan turut terbakar bersama menara kebanggaannya itu, “Israel biadab! Aku berjanji akan membalas segala luka dan kehancuran
ini! Ya Rabb, berilah kami kekuatan! Ya Rabb, kembalikan kedamaian kami!” batinnya.
“Innalillahi
wainnailahiraji’un!” suara Ameer terdengar sayu bergetar begitu ia mendengar
kabar bahwa Ustadz Hakim dan Fatima telah syahid dalam pesta peluru di masjid
kemarin sore. Ameer dan puluhan santri lain kini telah kehilangan sosok guru
terbaik dan juga sahabat terbaik mereka. Isak tangis mulai terdengar
bergemuruh, ia pun tak kuasa menahan air matanya, masih tergambar jelas
bagaimana teduh air muka dan senyum Ustadz Hakim dibenaknya, masih pula
terngiang suara lembut memberatnya. Dadanya terasa begitu perih, ia tak hanya
kehilangan sosok guru yang sudah ia anggap ayahnya sendiri, tapi ia juga
kehilangan sepasang mata embun yang apabila ia pandang, maka sejuklah hatinya,
senyum yang seakan lebih legit dari gulali, merdu lantunan ayat yang membuat
hati menjadi syahdu, semua itu hanya tinggal sebongkah kenangan yang mengendapi
perasaannya, perang benar telah merenggut orang-orang terkasih. .
“Celakalah
kita kawan, kini tiada lagi guru yang akan mengajar kita, tiada pula tempat
bernaung untuk kita belajar!” nada putus asa terdengar jelas dari ucapan Ahmed.
“Kita bisa belajar dimanapun sekalipun tanpa guru kawan! Ingatkah kalian
wejangan terakhir Ustadz Hakim? Gantungkanlah semangat dan cita-cita kita lebih
tinggi dari menara mesjid itu, maka kelak meski menara itu runtuh, impian dan
semangat kita akan tetap kokoh berdiri! Kini menara itu telah terbakar dan
hancur bekeping-keping, tapi Allah tidak pernah hancur! Tapi mimpi, harapan dan
semangat kita lebih tinggi dari menara itu! Semangat, impian dan harapan kita
takkan terbakar dan hancur karena hujan peluru, kita adalah harapan terbaik
yang dimiliki Palestina kawan! Al-Aqsa membutuhkan kita! Keterbatasan dan
kekurangan bukan halangan untuk tetap berjuang dan belajar bukan? Sesungguhnya Allah
bersama orang-orang yang bertawakal!” jelas Ameer panjang lebar, semua rekannya
tertegun untuk kemudian mereka saling berangkulan. “Ya, Kawan! Kita akan berjuang
bersama, kita takkan mengecewakan Al-Aqsa! Kita akan terus belajar, Allahuakbar!” seru mereka berbarengan,
tangan mereka mengepal penuh gairah ketika takbir diserukan.
Angin
menerbangkan debu-debu reruntuhan Al-Ulumussalam, menara dan bangunan masjid yang
kemarin masih berdiri agung kini hanya tinggal ratap puing, luka belum kering
dalam hati pemuda-pemuda itu, tapi semangat membuncah mengalahkan segala
keputus asaan. Pendidikan adalah jalan terbaik untuk mencerdaskan diri guna
menjadi penyongsong masa depan Al-Aqsa untuk meraih kemerdekaan. Meski kini
mereka jauh dari fasilitas dan tekhnologi canggih, namun mereka percaya, bahwa
Tuhan lebih canggih dari dan Tuhan Maha Pemberi Ilmu, mereke percaya “Fainna ma’al usrii yusraah”. Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada
kemudahan.
Banjar, 07 Mei 2013
Karakter Orang Sukses
Ciri-Ciri
/ Kebiasaan Orang Sukses
Sukses
bermula dari mental. Anda bisa saja miskin namun jika Anda yakin bahwa Anda
bisa sukses, maka itulah yang akan Anda raih. Demikian juga sebaliknya, jika
seseorang terlahir kaya, namun tidak memiliki mental sukses, maka kelak ia pun
bisa jatuh melarat.
Tak peduli apa pun yang menjadi profesi kerja Anda sekarang, apakah karyawan rendahan atau bos sekalipun, Anda bisa meraih sukses dengan mengembangkan 50 kebiasaan sukses ini. Namun, ingat juga bahwa ukuran kesuksesan bukanlah uang, melainkan mental puas itu sendiri.
1.Carilah dan temukan kesempatan di mana orang lain saat orang lain gagal menemukannya.
2.Orang sukses melihat masalah sebagai bahan pembelajaran an bukannya kesulitan belaka.
3.Fokus pada solusi, bukan berkubang pada masalah yang ada.
4.Menciptakan jalan suksesnya sendiri dengan pemikiran dan inovasi yang ada.
5.Orang sukses bisa merasa takut, namun mereka kemudian mengendalikan dan mengatasinya.
6.Mereka mengajukan pertanyaan yang tepat, sehingga menegaskan kualitas pikiran dan emosional yang positif.
7.Mereka jarang mengeluh.
8.Mereka tidak menyalahkan orang lain, namun mengambil tanggung jawab atas tindakan mereka.
9.Mereka selalu menemukan cara untuk mengembangkan potensi mereka dan menggunakannya dengan efektif.
10.Mereka sibuk, produktif, dan proaktif, bukan luntang-lantung.
11.Mereka mau menyesuaikan diri dengan sifat dan pemikiran orang lain.
12.Mereka memiliki ambisi atau semangat.
13.Tahu benar apa yang diinginkan.
14.Mereka inovatif dan bukan plagiat.
15.Mereka tidak menunda-nunda apa yang ada.
16.Mereka memiliki prinsip bahwa hidup adalah proses belajar yang tiada henti.
17.Mereka tidak menganggap diri sempurna sehingga sudi belajar dari orang lain.
18.Mereka melakukan apa yang seharusnya, bukan apa yang mereka mau lakukan.
19.Mereka mau mengambil resiko, tapi bukan nekat.
20.Mereka menghadapi dan menyelesaikan masalah dengan segera.
21.Mereka tidak menunggu datangnya keberuntungan, atau kesempatan. Merekalah yang menciptakannya.
22.Mereka bertindak bahkan sebelum disuruh/ diminta.
23.Mereka mampu mengendalikan emosi dan bersikap profesional.
24.Mereka adalah komunikator yang handal.
25.Mereka mempunyai rencana dan berusaha membuatnya menjadi kenyataan.
26.Mereka menjadi luar biasa karena mereka memilih untuk itu.
27.Mereka berhasil melalui masa-masa berat yang biasanya membuat orang lain menyerah.
28.Mereka tahu apa yang penting bagi mereka dan melakukan yang terbaik yang mereka bisa.
29.Mereka memiliki keseimbangan. Mereka tahu bahwa uang hanya alat, bukan segalanya.
30.Mereka paham betul pentingnya disiplin dan pengendalian diri.
31.Mereka merasa aman karena mereka tahu mereka berharga.
32.Mereka juga murah hati dan baik hati.
33.Mereka mau mengakui kesalahan dan tidak segan untuk minta maaf.
34.Mereka mau beradaptasi dengan perubahan.
35.Mereka menjaga kesehatan dan performa tubuh.
36.Mereka rajin.
37.Ulet
38.Mereka terbuka dan mau menerima masukan dari orang lain.
39.Mereka tetap bahagia saat menghadapi pasang surut kehidupan.
40.Mereka tidak bergaul dengan orang-orang yang salah/ merusak.
41.Mereka tidak membuang waktu dan energi emosional untuk sesuatu yang di luar kendali mereka.
42.Mereka nyaman bekerja di tempat yang ada.
43.Mereka memasang standar yang tinggi bagi diri sendiri.
44.Mereka tidak mempertanyakan mengapa mereka gagal namun memetik pelajaran dari itu semua.
45.Mereka tahu bagaimana harus rileks, menikmati apa yang ada, dan mampu bersenang-senang dalam kecerobohan sekalipun.
46.Karir mereka bukanlah siapa mereka, itu hanyalah pekerjaan.
47.Mereka lebih tertarik pada apa yang efektif ketimbang pada apa yang mudah.
48.Mereka menyelesaikan apa yang telah mereka mulai.
49.Mereka menyadari bahwa mereka bukan hanya makhluk hidup belaka, namun juga makhluk rohani.
50.Mereka melakukan pada yang mereka katakan.
Jadi, apakah ada beberapa kebiasaan yang sudah menjadi bagian dari hidup Anda saat ini?! Jika ada, kembangkan itu, dan tambahkan peluang sukses Anda dengan melakukan yang lain.
Ingat, sukses bukanlah milik orang yang tidak pernah gagal, melainkan milik orang yang tidak pernah menyerah.
Tak peduli apa pun yang menjadi profesi kerja Anda sekarang, apakah karyawan rendahan atau bos sekalipun, Anda bisa meraih sukses dengan mengembangkan 50 kebiasaan sukses ini. Namun, ingat juga bahwa ukuran kesuksesan bukanlah uang, melainkan mental puas itu sendiri.
1.Carilah dan temukan kesempatan di mana orang lain saat orang lain gagal menemukannya.
2.Orang sukses melihat masalah sebagai bahan pembelajaran an bukannya kesulitan belaka.
3.Fokus pada solusi, bukan berkubang pada masalah yang ada.
4.Menciptakan jalan suksesnya sendiri dengan pemikiran dan inovasi yang ada.
5.Orang sukses bisa merasa takut, namun mereka kemudian mengendalikan dan mengatasinya.
6.Mereka mengajukan pertanyaan yang tepat, sehingga menegaskan kualitas pikiran dan emosional yang positif.
7.Mereka jarang mengeluh.
8.Mereka tidak menyalahkan orang lain, namun mengambil tanggung jawab atas tindakan mereka.
9.Mereka selalu menemukan cara untuk mengembangkan potensi mereka dan menggunakannya dengan efektif.
10.Mereka sibuk, produktif, dan proaktif, bukan luntang-lantung.
11.Mereka mau menyesuaikan diri dengan sifat dan pemikiran orang lain.
12.Mereka memiliki ambisi atau semangat.
13.Tahu benar apa yang diinginkan.
14.Mereka inovatif dan bukan plagiat.
15.Mereka tidak menunda-nunda apa yang ada.
16.Mereka memiliki prinsip bahwa hidup adalah proses belajar yang tiada henti.
17.Mereka tidak menganggap diri sempurna sehingga sudi belajar dari orang lain.
18.Mereka melakukan apa yang seharusnya, bukan apa yang mereka mau lakukan.
19.Mereka mau mengambil resiko, tapi bukan nekat.
20.Mereka menghadapi dan menyelesaikan masalah dengan segera.
21.Mereka tidak menunggu datangnya keberuntungan, atau kesempatan. Merekalah yang menciptakannya.
22.Mereka bertindak bahkan sebelum disuruh/ diminta.
23.Mereka mampu mengendalikan emosi dan bersikap profesional.
24.Mereka adalah komunikator yang handal.
25.Mereka mempunyai rencana dan berusaha membuatnya menjadi kenyataan.
26.Mereka menjadi luar biasa karena mereka memilih untuk itu.
27.Mereka berhasil melalui masa-masa berat yang biasanya membuat orang lain menyerah.
28.Mereka tahu apa yang penting bagi mereka dan melakukan yang terbaik yang mereka bisa.
29.Mereka memiliki keseimbangan. Mereka tahu bahwa uang hanya alat, bukan segalanya.
30.Mereka paham betul pentingnya disiplin dan pengendalian diri.
31.Mereka merasa aman karena mereka tahu mereka berharga.
32.Mereka juga murah hati dan baik hati.
33.Mereka mau mengakui kesalahan dan tidak segan untuk minta maaf.
34.Mereka mau beradaptasi dengan perubahan.
35.Mereka menjaga kesehatan dan performa tubuh.
36.Mereka rajin.
37.Ulet
38.Mereka terbuka dan mau menerima masukan dari orang lain.
39.Mereka tetap bahagia saat menghadapi pasang surut kehidupan.
40.Mereka tidak bergaul dengan orang-orang yang salah/ merusak.
41.Mereka tidak membuang waktu dan energi emosional untuk sesuatu yang di luar kendali mereka.
42.Mereka nyaman bekerja di tempat yang ada.
43.Mereka memasang standar yang tinggi bagi diri sendiri.
44.Mereka tidak mempertanyakan mengapa mereka gagal namun memetik pelajaran dari itu semua.
45.Mereka tahu bagaimana harus rileks, menikmati apa yang ada, dan mampu bersenang-senang dalam kecerobohan sekalipun.
46.Karir mereka bukanlah siapa mereka, itu hanyalah pekerjaan.
47.Mereka lebih tertarik pada apa yang efektif ketimbang pada apa yang mudah.
48.Mereka menyelesaikan apa yang telah mereka mulai.
49.Mereka menyadari bahwa mereka bukan hanya makhluk hidup belaka, namun juga makhluk rohani.
50.Mereka melakukan pada yang mereka katakan.
Jadi, apakah ada beberapa kebiasaan yang sudah menjadi bagian dari hidup Anda saat ini?! Jika ada, kembangkan itu, dan tambahkan peluang sukses Anda dengan melakukan yang lain.
Ingat, sukses bukanlah milik orang yang tidak pernah gagal, melainkan milik orang yang tidak pernah menyerah.
Rabu, 21 Januari 2015
Membenci Yang Tak Tahu Diri
Pagi Nan Hampa
Oleh : Rina Parliya
Terbangun sendiri, hampa menghampiri
Meratapi pagi, kabut enggan pergi,
Mungkin mengajarkanku menyembuhkan luka ini
Bening embun, tak mampu tandingi kilau air mata
Mentari tertawa, tahu dijiwa ini sebongkah duka menganga
Insan yang dikhianati mimpinya
Dan diledek kenyataan, tewas ditepi langit jingga
Nanti rembulan akan semerah saga
Murka ditinggal sang pemuja
Lalu aku akan berteriak "Siapa kau?! Lancang menyabit!"
Angin akan mengantarkan suara tangisku menuju langit
Mengetuk pintu Arsy dimana Tuhan berdiri
Atau hujan akan membawa gemanya pergi
Adakah yang lebih nyata dari kepahitan ini?!
Sungguh pada siapa kini harus kubagi, selain padaMu?
Banjar, 21 Jan 2015
Oleh : Rina Parliya
Terbangun sendiri, hampa menghampiri
Meratapi pagi, kabut enggan pergi,
Mungkin mengajarkanku menyembuhkan luka ini
Bening embun, tak mampu tandingi kilau air mata
Mentari tertawa, tahu dijiwa ini sebongkah duka menganga
Insan yang dikhianati mimpinya
Dan diledek kenyataan, tewas ditepi langit jingga
Nanti rembulan akan semerah saga
Murka ditinggal sang pemuja
Lalu aku akan berteriak "Siapa kau?! Lancang menyabit!"
Angin akan mengantarkan suara tangisku menuju langit
Mengetuk pintu Arsy dimana Tuhan berdiri
Atau hujan akan membawa gemanya pergi
Adakah yang lebih nyata dari kepahitan ini?!
Sungguh pada siapa kini harus kubagi, selain padaMu?
Banjar, 21 Jan 2015
Minggu, 18 Januari 2015
Unpad... Unpad... Unpad Kita Bersatu! (The Story About Unpad Student Orientation Programme 2014)
Unpad... Unpad... Unpad Kita Bersatu!
Setelah beberes banyak barang bawaan, yup akhirnya gua siap
untuk berangkat. Hiks sedih juga karena mulai besok gua bakal pindah ke
Jatinangor, merasakan kehidupan sebagai anak kost lagi, Kayak jaman PKL dulu
waktu SMK. Tapi sayang, badan lagi kurang fit, agak demam sama nggak enak
badan, masuk angin kali ya?! Huuh... padahal besok bakal perjalanan jauh. Besok
travel bakal ngejemput jam 6 pagi, so harus siap-siap dari pagi. Berat baget.
Berat baget. Berat baget. Harus ningalin rumah, out dari ‘zona nyaman’ gua
selama ini, jauh dari ummi abi, dari sanak family. But gua harus bangkit,
katanya mau sukse?! Tapi gamau lepas dari ketek amak, so lame!
Malam ini gua tidur di kamar, mendadak insomnia kumat, jadi
gua lewatin malam dengan ngelamun, menduga-duga apa yang bakal gua alamin di
perantauan sana nanti, ah alangkah masih sangat betah untuk stay home, tapi
apadaya demi masa depan yang lebih cerah, ya harus leave home, berubah status
dari siswa jadi ’Maha’siswa, wooow ada ‘Maha’nya Fren sekarang mah!
Dilepas dengan tangis nenek, haru biru say see you sama
keluarga and tetangga. Ah maaf aku banyak salah, doakan semoga aku sukses
kuliahnya semua, Cuma kata itu yang terucap. Seriously, pasti bakal kangen beud
sama home, sama kampung halaman, udah bisa dipastiin karena jarak yang jauh dan
satu-satunya libur panjang adalah pasca UAS, So kemungkinan balik kampung nanti
selepas UAS, 5/6 bulan lagi. Pasti kangen. Pasti kangen. Pasti kangen!
Tadaaa... hamdallah akhirnya gue sampai di asrama 2 mahasiswa Bidik Misi, itu tuh gedung merah samping rektorat. Setelah semua keperluan beres, urusan peralatan survivor, beberes kamar, beli kebutuhan pokok ala ala anak kost (beras, mie instan, susu & camilan, obat magh & obat masuk angin) terpenuhi, saatnya nyiapin diri buat Ospek! Wuih Ospek yee... udah negatif aja ekspektasi dan khayalan soal Ospek. Apalagi liat di TV, banyak kasus perpeloncoan dan penganiayaan senior pada junior saat Ospek, duh makin mules aja dah saat ngebayangin Ospek kuliahan kek gimana.
Atribut ospek di Unpad ternyata ga ribet, make baju seragam putih abu bekas SMA, make jas almamater, papan nama sebagai tanda pengenal, bawa handbook yang dibikin sendiri yang isinya materi seputar keunpadan, sepatu pantofel, pita kesehatan (yeah you know what I mean) obat-obatan, alas duduk, makan siang, masker, alat shalat, air buat wudhu, sumbangan buku sama beras, yah standar lah ya, ga ribet-ribet amat kayak jaman-jaman SMA dulu yang kudu make topi kerucut merah putih lah, kaos kaki kanan putih kiri item, tali sepatu make rafia, make kalung dari permen, teka teki makanan, papan nama make dedaunan lah dan lalalala yang gue sendiri ga faham sebenernya apa faedahnya.
PRABU alias Prosesi Penerimaan Mahasiswa Baru (kalo ga salah yee) merupakan sebutan untuk ospek di Unpad. Pagi-pagi jam 7 semua maba dikumpulin di lapangan GOR Djati Padjadjaran sesuai dengan kelompoknya. Nah tiap kelompok nih ada PJ atau senior pembimbingnya bberapa orang, yang tugasnya ngebimbing sama ngejagain kita-kita si maba emesh-emesh. Tebak dah, ngapain aja coba pas PRABU? Disuruh sit up 100x, lari keliling lapang 10 keliling, jalan bebek, dimarah2in, dijemur seharian? OH NOOOOOO! Ekspektasi gue terhadap ospek aka PRABU di Unpad 1800 salah! Kita-kita nih para maba Cuma disuruh duduk lesehan di tenda biru, terus nontonin art show dari kakak-kakak senior, dengerin ceramah dari para dosen & petinggi unpad, terus dikasih materi tentang segala macem tektekbengek serba-serbi Unpad dan dunia perkuliahan. Gitu doang kok sumpeh ya, kaga ada galak-galaknya, kaga ada hukuman fisik dan bully-an dari senior kaya bayangan gue sebelumnya. Hahahaha udah suudzan duluan sih gue! Alhamdulillah PRABU berjalan aman, damai, tentram, sentosa, dan sejahtera, Cuma efeknya adalah pinggang pegel-pegel karena kebanyakan duduk. Plak plak plak tempelin koyo di pinggang sama minum multivitamin aja dah ya pas lagi Ospek, terus inget, JANGAN SAMPE KETIDURAN! Waaaaks
Di hari terakhir PRABU, itu bagian paling seru menurut gue, karena ada panggung bebas, mau dosen, mau senior mau junior boleh dah mau ngapain juga di itu panggung. Ada alat musik sm karaoke juga, jadi udah ketebak lah ya, itu panggung udah kaya panggung audisi The Voice of Unpad. Selain itu semua UKM aka Unit Kegiatan Mahasiswa di Unpad pada buka stand buat promosiin dan narik minat maba buat join sama mereka. Buanyak banget! Dari mulai klub olah raga, kesenian, bahasa, warta, teater, fotografi, paguyuban daerah, organisasi sosial, seni bela diri, wirausaha, drumband, keagamaan, musik, padus, catur, pecinta alam, dan banyaaaaak lagi. Tinggal milih dah mau join dimana aja. Selain itu juga ada bazar food & merchandise, segala souvenir Unpad ada! Udah kaya mengunjungi festival aja tau ga! Itulah keseruan ospek di Unpad pada tahun 2014, unforgetable banget sih bagi gue, and good luck for the newest journey folks!
U eN Pe A De, U eN Pe A De,
UNPAD, UNPAD, UNPAD, UNPAD
Kita Bersatu!
Good Bye and Welcome
Good Bye and Welcome
Lama tidak menulis, akhirnya bisa
kembali mengisi halaman blog ini dengan beberapa potong kisah –potongan kecil
mozaik yang baru kutemukan dalam kehidupanku- dimana dalam satu waktu harus
kuucapkan dua kata yang kontradiktis sekali. Yeay, what do you guess? Masih
lekat diingatanku, 13 Juni 2014 lalu adalah hari yang bersejarah dalam hidupku,
dramatis? No! Not Really! Pasalnya akhirnya pada hari itu aku dan ratusan
siswa/i SMKN 1 Banjar akhirnya harus ‘diusir’ secara terhormat dan sakral dari
sekolah yang ‘memenjarakan’ kami selama tiga tahun ini. Ya. Hari itu adalah
graduations ceremonial.
Mengenakan gaun ungu yang dipadu
waran putih dan sedikit ‘dempul’ diwajah aku melangkah pasti ke sekolah.
Sekolah. Sekolah. Sekolah. Entah mengapa kata itu seperti mantra, sebuah
passcode yang membongkar berjuta kenangan. Seperti ladang, karena disanalah aku
menggarap semua realisasi dari impian-impian, buah khayalan dan buah keyakinan.
–back to my graduations ceremonial- sekolah nampak berbeda dari biasanya kala
itu, lebih semarak dengan panggung, tenda warna-warni dan deretan kursi juga
dengung gempita musik. Aku hanya memoles diri alakadarnya, apa pula untungnya
harus membayar mahal hanya untuk memamerkan kecantikan yang tak seberapa? Oh
God! Please it’s not a catwalk! But this’s a graduations ceremonial, just a
celebration and party!
Ada yang hilang, dibalik sesak
gempita jerit bahagia semua makhluk penghuni sekolah saat itu, yeay Im gone!
I’v left this place, perhaps I love be here too much so I felt not really
allright when I was leave. Wajah-wajah yang sudah banyak menyumbang warna dalam
kanvas hidupku, setidaknya untuk tiga tahun terakhir ini, ofcourse my teachers
and my friends. Dan mungkin ada seorang lelaki berjas diluar sana yang
merasakan kehampaan juga. I dont know, haha just a puzzle that I never won’t to
solve.
Yah, pada hari itu aku
benar-benar harus mengucapkan ‘good bye’ pada sekolah. Pada almamater yang
menjadikan aku sekarang ini. Just wanna say a big thanks for everyhing, for 3
years that we made a great colaboration. Saat itu aku gagal menjadi lulusan
terbaik, tapi setidaknya aku masih bisa bertahan untuk tetap menjadi pencapai
nilai tertinggi di kelas. Alhamdulillah, thanks Allah.
Welcome to the new collage!
Sangat kontra disaat harus kuucapkan selamat tinggal pada masa putih abu dan
disaat itu pula harus kuucapkan selamat datang pada diriku sendiri, selamat
datang di dunia perkuliahan. Dengan debu jalanan, panas mentari yang menyengat
dan keramahan langit, begitulah sat itu Universitas Padjadjaran menyambutku. Inilah
dunia baru yang menantangku, dan kuterima tantangannya, pasti kan kujelajahi!
My promise!
SNMPTN berbuah manis,
alhamdulillah thanks Allah. Dengan bermodal buah perjuangan dalam raport selama
5 semester dan nilai UAN, Unpad memberikan satu jatah kursinya untukku di
fakultas yang menjadi favorit tahun itu, yeay, Psikologi. Sebuah negeri antah
berantah yang sebelumnya belum kujamah, begitulah gambaran kuliah di Psikologi
bagiku. Bagaimana tidak, karena di sekolah tak pernah diajarkan Psikologi, luar
biasa juga saat namaku tercatat diantara 146 mahasiswa yang diterima di
fakultas ‘Wilhelm Wund’ itu, karena kualifikasinya seharusnya hanya bagi mereka
lulusan SMA jurusan IPA yang berhak masuk, sedangkan aku berasal dari SMK,
jurusan Tekhnik Informatika Multimedia pula! Nggak nyambung beud! Tapi begitulah rencana Tuhan, aku percaya
inilah skenario yang Tuhan rancang dalam perjalananku menggapai terang bintang
dan menjamah sasmita. Aku percaya inilah potongan salah satu mozaik kehidupanku
yang menanti untuk disusun. Ya. Kan kususun hingga lengkap, kan kusatukan. Jika
mimpi itu setinggi bintang maka ikhtiyar dan
doaku adalah seluas galaksi ini dan keyakinanku seteguh langit yang berdiri
walau tanpa tiang.