Saudariku, semoga hidayah Allah menitik pada jiwamu, laksana tetesan embun yang menyegarkan mawar. |
Penghuni kamar itu, dia adalah rekan yang sudah kukenal baik. Tapi kok mau ya dia nyetel shalawat? Tanyaku dalam hati. Paginya, aku milhat ia sedang menyemir sepatu didepan kamarnya, tak menyianyiakan kesempatan aku hampiri dan aku tanya dia, kenapa mau mendengarkan shalawat yang notabene adalah salah satu nyanyian untuk memuliakan Rasulullah, sedangkan Ia sendiri bukan seorang muslim. Jawabannya mengetuk relung hatiku yang terdalam, "Abis enak sih, aku ngerasa nyaman aja gitu dengernya Na, hehehe" jawabnya polos diiringi tawa. "Oh iya, aku juga hafal Al-fatehah sm Al-Ikhlas kok! Soalnya aku suka dengerin itu dari speaker mesjid deket rumahku tiap hari! Apalagi kalo pas sembahyang jumat tuh, imamnya suka baca ayat yg panjang-panjang, aku suka dengernya, merdu sama syahdu gtu tau Rin!" aku hanya bisa tersenyum dan menimpalinya "Wah hebat banget! Masya Allah". Ia melanjutkan ceritanya, "Sebenernya kalo aku ndak bisa tidur, aku setel shalawat, rasanya hati menjadi tenang, rasanya seperti dielus-elus sama dinina boboin gitu!" hatiku terenyuh.
Mengingat tiga puluh menit lagi aku harus berangkat ke kampus, aku pungkas pembicaraan ringan kami. Dalam hatiku: "Semoga suatu saat kamu bisa baca itu tiap hari dalam ibadahmu ya, semoga shalawat yang menina bobokan kamu itu menjadi jalan kamu untuk bisa mendapat hidayah. Kamu orang baik, semoga kebaikan Allah mengantarkanmu pada cahaya-Nya" kemudian aku melengos pergi dengan mata berkaca-kaca dan perasaan haru biru yang memenuhi rongga jiwa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar