Orang
Dewasa yang Kekanak-kanakan atau Anak – Anak yang Dewasa Lebih Cepat?
Terkadang aku merasa
bahwa Allah itu pilih kasih, namun ternyata Allah itu Maha Kasih. Allah
ternyata bukan saja Maha Kasih, tapi Dia juga Maha Segalanya. Buktinya jika
Allah tak mengasihiku, maka mungkin tulisan ini tak akan pernah aku tulis
Dulu, sewaktu aku
masih menjadi anak - anak, Aku tak mengerti dengan jalan fikiran orang dewasa,
semua masalah yang aku rasa hanya masalah seperti bagaimana anak – anak TK
menyusun puzzle itu mereka jadikan masalah seperti halnya rumitnya kasus
korupsi dan penyelidikan KPK pada para Koruptor.
Namun sekarang, aku
menjadi sangat takut untuk menjadi dewasa,aku justru rindu masa dimana aku
belum mengerti arti dari kata dan makna makna yang tersembunyi. Aku justru
merasa lebih baik tak mengerti tentang ini semua, ternyata ini semua lebih
rumit dari rumus – rumus Kimia yang dijejalkan kepadaku disekolah. Aku benci
menjadi dewasa!
Mengapa orang dewasa
tak bisa menyelesaikan masalah seperti halnya anak – anak TK ketika berebut
mainan? Ketika berebut mainan, mereka saling mempertahankan namun kemudian
kembali saling meminta maaf dan memaafkan.
Mengapa orang dewasa
tidak bisa seperti itu juga?
Aku mulai mengerti,
bahwa ternyata fikiran orang dewasa itu rumit, mereka tak mampu menyederhanakan
hal – hal yang sebenarnya menurutku, bisa saja disederhanakan. Logika dan hati
bukankah seharusnya bisa berjalan searah untuk terus melangkah maju dengan
yakin dan tetap kuat meski banyak duri dan kerikil tajam terhampar.
Lalu kini, aku hanya
termenung dikamarku, menatapi kicauan orang – orang dewasa, sambil sesekali
melihat takut – takut dibalik tirai, mengenai apa yang mereka genggam. Aku akan
lebih bahagia ketika yang mereka genggam itu kasih sayang, bukan justru
kebencian.
Dulu aku berfikir,
bahwa uang itu sumber kebahagiaan, karena dengan uang, aku bisa membeli apapun
yang kuinginkan,aku bisa membeli gulali, es krim, baju, mainan, makanan dan
banyak lagi, namun ternyata, aku lebih takut ditinggalkan sendirian dirumah
ketimbang takut tidak memiliki uang,
karena uang tak mampu menggendongku ketika terjatuh, memupus rasa
sakitku, menidurkanku dalam damai, mengajakku bermain, memasakkan makanan
untukku, mencucikan baju untukku, apalagi membelaiku dengan penuh kelembutan.
Aku mengerti, uang ternyata bukan sumber dari segala kebahagiaan itu. Kini aku
semakin mengerti, uang justru menjadi sumber masalah. Uang justru menjadi hal
yang membuat orang – orang dewasa tidak rasional! Lalu bisakah uang ditiadakan
saja agar hidup terasa damai?
Mengapa mengasihi
harus mengharap balasan? Dan mengapa kasih sayang harus hancur karena uang?
Mengapa pertikaian
dibiarkan berlarut – larut? Bukankah seharusnya kasih sayang semua permusuhan
itu seharusnya musnah?
Bukankah seharusnya
orang dewasa dapat lebih bijak dari anak – anak TK yang saling berebut mainan
untuk kemudian berbaikan kembali dengan sendirinya?
Tak pernah ada
dendam dari kepolosan anak – anak TK itu, meski sebelumnya mereka berselisih.
Tapi kenapa orang – orang dewasa, yang dikatakan sudah matang, justru tak bisa
lebih baik dari anak – anak TK itu. Ketika orang dewasa berselisih, kenapa
mesti selalu berujung di meja hijau yang penegak keadilannya saja mata duitan,
kenapa harus berujung pada rasa dendam dan permusuhan berkepanjangan, padahal
sesama manusia (khususnya Muslim) itu kan saudara, Kenapa sebelumnya jika sudah
tahu akan terjadi konflik, mengapa mereka tak saling menjaga lisan dan menjaga
hubungan agar tetap baik?! Mengapa tak mengambil hikmah dari setiap kejadian?!
Sekarang, umurku
baru menginjak 16 tahun 8 bulan, masih ada 4 bulan lagi menginjak usia 17 tahun
jika Allah mengizinkan dan memberiku umur yang panjang. Aku bersyukur, Allah
mengizinkanku mengecap berbagai rasa asam manis pahit dari bahtera kehidupan
yang fana ini, setidaknya meski usiaku masih seumur jagung, ada banyak hikmah
yang dapat kupetik dari setiap kejadian dan ujian, dari setiap duri dan batu
kerikil yang menghalangi perjalananku, dari setiap badai yang mengusik
bahteraku.
Setidaknya aku benar
– benar bersyukur, karena aku dapat memahami hal ini sebelum aku benar – benar menjadi
dewasa. Terimakasih Ya Allah, tanpa hidayahMu, aku bukanlah aku saat ini, semoga
ketika aku dewasa nanti, aku benar –benar bisa menjadi orang dewasa yang utuh,
yang bukan hanya dewasa sebutannya saja, namun dewasa akhlaqnya, dewasa
pemikirannya, dewasa setiap perkataan, tindakan, perbuatan dan dewasa dalam
setiap pengambilan keputusan – keputusannya.
Mohon maaf jika
banyak sekali kekeliruan dan kesalahan.
0 komentar:
Posting Komentar