Senin, 21 November 2016

Menerima Masalalu

Jika ditanya, hal apa yang paling sulit untuk aku lakukan? maka jawabanku adalah "Menerima Masalalu".  Kenapa begitu? Simak, inilah kisahku.
Setiap orang berkembang seiring menuanya usia kronologis dan matangnya usia psikologis. Idealisme yang terbangun dari mulai kita mampu berfikir kongkret hingga mampu berfikir abstak seperti sekarang ini. Banyak hal yang dulu fit dengan idealisme kita, namun setelah sekarang idealisme itu berubah semakin matang, hal-hal yang dulu kita lakukan kita sadari dan kita maknakan sebagai suatu kekeliruan dan kebodohan. 
Hidup terus berjalan, waktu terus bergulir, tidak
pernah ada tombol pause, stop, replay ataupun back
jadi, cobalah untuk terus berjalan dan terimalah
 siapapun kita dulu dan dari manapun kita bermula
Di masalaluku, banyak hal-hal jika jika aku terkenang dengan semua itu, maka aku benar-benar bisa mengutuki diriku sepanjang malam. Parahnya, bayangan masalalu tak bisa benar-benar hilang dengan mantra "Simsalabim" atau musnah begitu seja dengan sekali ketuk "Avadra Kadavra". Aku berfikir bahwa mengapa bisa sedemikian bodoh dan naifnya aku dulu sampai-sampai bisa melakukan hal-hal seperti itu dulu, padahal jika difikir kembali, seharusnya aku tahu itu adalah  dosa yang pantang dilakukan. Lalu aku meminta ampunan Tuhanku atas semua kesalahanku, lalu dengan penuh harap aku pupuk keyakinan bahwa Tuhanku sebaik itu, dia sudah jelas pasti mau mengampuni semua kesahalanku asal aku benar-benar bertaubat dan tidak lagi melakukannya. Aku rasa kini aku benar-benar bertaubat dengan hal itu.

Aku berfikir bahwa diriku harus menjadi sesempurna itu, namun ternyata aku dihadapkan pada kenyataan bahwa aku berasal dari suatu kisah pilu di masa lalu. disonansi kognitif yang benar-benar menyiksa. Aku tidak lagi menjadi sempurna seperti apa yang aku inginkan selama ini.
Melihat hal ini, maka aku harus belajar menerima masalalu, belajar memaafkan ketidaksempurnakan diriku, belajar untuk berhenti mengutuki kebodohanku di masa lampau dan kemudian mulai menerima semua kekurangan yang membuat aku belum mampu mencapai idealisme yang aku bangun. Aku harus bisa membebaskan diriku dari perasaan bersalah yang selama ini menjadi parasit, menggerogoti rasa percaya diriku dalam membangun kesempurnaan versi baru di masa depan. Aku harus belajar mengampuni diriku sendiri, sebagaimana Tuhan yang juga mengampuniku. Untuk apa selama aku memohon ampunan pada Tuhan, sedang diriku sendiri saja masih belum bisa mengampuni diriku?! 

Memikirkan kebodohan di masalalu hanya membuang banyak waktu yang seharusnya bisa digunakan lebih bijak untuk melakukan hal lain yang lebih bermanfaat. Faktanya menyumpahserapahi masalalu takkan bisa mengubah siapa diriku saat ini. Tuhan menciptakanku dengan penuh cinta dan kasih, taoi kenapa aku tak bisa mencintai diriku sendiri?! Kesempurnaan sebenarnya bisa jadi hanya bernilai subjektif saja, maka jadilah sempurna dengan cara dan versi kita sendiri. hiduplah untuk saat ini, berfikirlah tentang masadepan, dan belajarlah dari masa lalu. lepaskan dirimu dari semua rasa sesal dan bersalah,ampuni dirimu, lalu berjalanlah lebih jauh untuk meraih masa depan yang gemilang.

0 komentar:

Posting Komentar