Rabu, 04 April 2012

Cinematography

Sinematografi
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Sinematografi (dari bahasa Yunani: kinema - κίνημα "gerakan" dan graphein - γράφειν "merekam") adalah pengaturan pencahayaan dan kamera ketika merekam gambar fotografis untuk suatu sinema. Sinematografi sangat erat hubungannya dengan seni fotografi tetap. Banyak kesulitan teknis dan kemungkinan-kemungkinan kreatif yang muncul ketika kamera dan elemen adegan sedang bergerak.

Pengertian
Seorang sinematografer adalah orang yang bertanggung jawab semua aspek Visual dalam pembuatan sebuah film. Mencakup Interpretasi visual pada skenario, pemilihan jenis Kamera, jenis bahan baku yang akan di pakai, pemilihan lensa, pemilihan jenis filter yang akan dipakai di depan lensa atau di depan lampu, pemilihan lampu dan jenis lampu yang sesuai dengan konsep sutradara dan cerita dalam skenario. Seorang sinematografer juga memutuskan gerak kamera, membuat konsep Visual , membuat floorplan untuk ke efisienan pengambilan gambar. Artinya seorang sinematografer adalah orang yang bertanggung jawab baik secara teknis maupun tidak teknis di semua aspek visual dalam film.
Sinematografer harus mendukung visi dari sutradara dan skenario, karena bagaimanapun yang akan di sampaikan ke pada penonton adalah semua informasi dalam bentuk Visual yang sesuai dengan visi sutradara dan visi skenario walaupun di beberapa kasus , sutradara bisa merubah jalan cerita dalam skenario demi keindahan bercerita yang sudah merupakan gaya sutradara tersebut.
Sinematografer adalah juga kepala bagian departemen kamera , departemen pencahayaan dan Grip Departement untuk itulah Sinematogrefer sering juga disebut sebagai Director of Photography atau disingkat menjadi DoP.
Pada industri perfilman, seorang Sinematografer atau DoP akan di Bantu oleh sebuah tim yang dibentuknya mulai dari
  • 1st Camera Assistant yang bertugas mendampingi dan membantu semua kebutuhan shooting mulai dari pengecekan alat-alat hingga mempersiapkan sebuah shot.
  • Focus Puller yang bertugas membantu sinematografer dalam memutar focus ring pada lensa sehingga subjek yang diikuti kamera bisa terus dalam area fokus.
  • Camera boy istilah ini sering digunakan pada industri film di Hollywood, adalah seorang asisten kamera yang bertugas membawa kamera atau mempersiapkan kamera mulai dari tripods hingga memasang kamera pada tripods tersebut.
  • Grip adalah bertugas untuk memastikan letak kamera seperti yang diinginkan DoP baik secara level atau tinggi rendahnya. Grip juga bertanggung jawab dalam perpindahan kamera artinya Grip departemen yang memasang dolly track dsb.
  • Gaffer adalah istilah untuk seorang yang bertanggung jawab atau kepala departemen pencahayaan. Bersama DoP , Gaffer akan berdiskusi tentang warna, jenis cahaya dan gaya tata cahaya DoP tersebut.
  • Lightingman adalah orang-orang dalam departemen pencahayaan yang bekerja menata lampu sesuai dengan perintah Gaffer dan kemauan DoP.
Karena film adalah sebuah kerja tim (Team Work) maka sangatlah penting untuk seorang sinematografer atau DoP untuk mempunyai tim yang bisa bekerja sama secara tim dengannya. Artinya tidak bekerja secara individu.
Seorang sinematografer yang baik harus juga mengenal dengan baik atau memahami alat yang akan dipakai dalam pembuatan sebuah film. Karena Kamera hanyalah “alat Bantu” atau Tools saja maka seperti alat Bantu yang lainnya juga kita sebagai Sinematografer yang memindahkan semua ilmu dan pengetahuan kita lewat kamera tersebut. Artinya kamera harus menuruti kemauan kita yang sudah menjadi visi sutradara dan visi cerita atau scenario.
Untuk memahami kamera kita harus membaca buku prtunjuk dari setiap kamera yang akan kita gunakan karena setiap industri kamera mempunyai tekhnologinya sendiri-sendiri. Pada prinsipnya semua kamera sama dan hanyalah alat Bantu kita mewujudkan gambar yang sesuai dengan yang di inginkan akan tetapi alangkah baiknya jika pengguna sudah memahami kamera tersebut secara teknis dalam petunjuk di bukunya (manual book).
Pada masa sekarang kamera secara garis besar terbagi dalam 3 jenis dilihat dari penggunaan bahan baku. Yaitu :
  1. Motion Picture Camera atau kamera dengan bahan baku seluloid baik 35 mm /16mm. Contoh kamera: Arriflex 435 Xtreme – 35 mm camera
  2. Video Camera atau kamera dengan bahan baku video tape. Contoh kamera: Sony HDV Video Camcorder
  3. Digital camera atau kamera dengan bahan baku digital / tapeless. Biasanya menggunakan CF card atau SD card bisa juga dengan cakram seperti DVD. Contoh kamera: Sony EX3 – Digital Camcorder
Anatomi kamera
Pada prinsipnya kamera dibagi menjadi tiga bagian :
  1. Lens
  2. Camera body
  3. Magazine / tape compartments
Lensa Pada prinsipnya lensa adalah seperti mata kita atau mata kamera, untuk itu kebersihan dan kejernihannya harus di jaga, karena lewat lensalah gambar / cahaya akan di transmisikan ke film atau pita atau digital. Dalam sinematografi kita mengenal ada tiga jenis lensa yaitu :
  • Lensa Wide : adalah lensa dengan sudut pengambilan yang luas
  • Lensa Normal : adalah lensa yang secara prespektif dianggap mewakili mata manusia dalam melihat dunia dan sekitarnya. Pada pembuatan film, lensa normal ini adalah lensa 50mm.
  • Lensa Tele : adalah lensa dengan sudut pengambilan sempit.
Ada lensa yang bisa mengambil sudut pengambilan dari luas ke sempit, lensa seperti ini adalah merupakan lensa dengan variable focal length atau pada umumnya disebut : Zoom lens. Kelemahan dari lensa-lensa variable focal length adalah karena banyaknya elemen lensa di dalamnya maka ada pencurian cahaya yang disebabkan oleh pembiasan cahaya pada setiap elemen lensa tersebut.
Pada setiap lensa yang professional maupun yang semi professional ada 3 buah ring yaitu yang pertama adalah Focusing ring yang berfungsi untuk mengatur focus dalam sebuah shot. Kemudian ada Focal length ring ( pada lensa zoom atau variable focal length ) focal length adalah panjang pendeknya sebuah lensa atau secara tekhnis dikenal sebagai jarak dari titik api lensa ke bidang datar atau film plane. Yang terakhir adalah F.stop atau Diafragma ring yang berfungsi untuk mengatur exposure sebuah shot.
Setiap lensa mempunyai cacat atau kelemahan masing-masing karena sifat alamiahnya dan saat produksi, seperti distorsi , aberasi dan lain-lain. Kelemahan atau cacat lensa ini tidak selalu dianggap buruk karena bisa kita gunakan untuk menguatkan efek dramatik yang ada di dalam scenario. Seperti juga setiap lensa mempunyai daerah ketajamannya masing-masing, daerah ketajaman ini disebut dengan Depth of Field disingkat dengan DoF. Jadi depth of field adalah daerah ketajaman di mana subyek/obyek terlihat jelas atau tidak blur di kamera.
Depth of Field sendiri di pengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya :
  • Jarak dari kamera ke objek atau subjek
Jarak dari kamera ke objek atau subjek akan mempengaruhi panjang atau pendeknya daerah ketajaman karena semakin dekat objek atau subjek dengan kamera maka akan semakin pendek Depth of field nya karena setiap lensa hanya memiliki satu fokus poin saja.
  • Besar kecilnya bukaan diafragma
Besar kecilnya diafragma juga mempengaruhi panjang pendeknya depth of field karena semakin kecil diameter bukaan diafragma akan semakin panjang depth of field nya berarti semakin besar angka seperti 11 – 16 – 22 dsb akan semakin panjang depth of fieldnya, sedangkan semakin lebar bukaan diameter diafragma akan semakin pendek depth of fieldnya, berarti semakin kecil angka seperti 4 – 2,8 – 1,4 dan sebagainya akan semakin pendek depth of fieldnya. Diafragama adalah diameter lingkaran aperture yang juga berfungsi untuk mengatur gelap atau terangnya sebuah gambar.
  • Panjang pendek nya /Focal length sebuah lensa.
Semakin panjang sebuah lensa akan mempengaruhi depth of field menjadi semakin pendek, sedangkan semakin pendek sebuah lensa akan mempengaruhi depth of field menjadi panjang atau luas.
Exposure dan Scene Brightness
Exposure bisa didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan dalam perekaman gambar.Fungsi dasar sebuah lensa adalah meneruskan cahaya sehingga bisa digunakan untuk mencetak gambar. Sama seperti fenomena lubang jarum atau pinhole phenomenon artinya jika kita melepas lensa dan menggantikannya dengan kertas hitam dengan lubang di tengahnya maka akan bisa juga untuk menangkap imajinasi hanya saja waktu eksposur yang di perlukan akan lebih lama.
Camera Body
Pada bagian inilah gambar direkam atau di tangkap baik secara organik dengan seluloid 35mm seperti pada kamera Film maupun perubahan dari cahaya ke gelombang electromagnetic pada Video atau Digital. Pada kamera film bagian ini yang paling penting dijaga dari kontaminasi debu, cairan maupun radiasi karena akan mempengaruhi hasil shooting. Pada kamera video atau digital pada bagian ini akan banyak sekali tombol pengaturan imajinasi.
Magazine
Pada kamera Film, magazine adalah tempat kita memasang film baik sebelum maupun setelah di ekspose. Pada kamera Video atau Digital bagian ini adalah tape atau card compartments yaitu bagian dimana kita memasang kartu seperti SD atau CF atau kaset video.
Gunakan sinematografi sebagai seni. Yang harus selalu kita ingat adalah bahwa untuk mencapai hasil yang maksimal dan memuaskan, diperlukan ketrampilan yang cukup. Seorang sinematografer harus berusaha agar kamera tidak menjadi benda asing baginya, kita harus mengenal setiap detail pada kamera tanpa harus berpikir sehingga konsentrasinya dapat dipergunakan untuk bidang kreatif pada sinematografi.
Sudut kamera
Camera angle atau sudut penempatan kamera juga memegang peranan yang sangat penting pada sinematografi. Bagaimanapun juga sebuah film dibentuk oleh beberapa banyak shot yang membutuhkan penempatan kamera di tempat yang terbaik bagi penonton untuk mengikuti cerita dalam film. Penempatan angle yang baik tentu saja bisa memperkuat dramatik sebuah film karena angle kamera ini adalah mata penonton melihat informasi visual dan juga bisa berarti seberapa besar area yang kita gunakan dalam sebuah shot. Penempatan sudut kamera akan memposisikan penonton lebih dekat dengan action yang ada dalam film , misalnya dengan teknik close up dan lain sebagainya.
Penempatan sudut kamera ini sangat dipengaruhi beberapa faktor diantaranya analisah pada skenario, penggunaan jenis lensa dan sebagainya. Memang lewat pengalaman panjang dan ketrampilan penempatan kamera bisa di lakukan secara intuisif sifatnya. Akan tetapi jika kita mempelajarinya tentu akan mempermudah kita dalam membuat sebuah shot.
Penempatan sudut kamera juga berpengaruh pada kondisi psikologis penonton, contohnya adalah jika kita menggunakan High Angle – kamera lebih tinggi dari garis axis kamera , maka penonton akan diposisikan lebih tinggi dari subjek, hal ini yang membuat penonton merasa subyek lebih kecil baik secara fisik atau lebih rendah derajatnya dalam tatanan sosial. Pada film hal ini sering digunakan untuk memperlihatkan pengemis, rakyat jelata dsb. Sedangkan penggunaan Low Angle – Kamera lebih rendah dari garis aksis kamera, maka penonton diposisikan lebih rendah dari subjek, hal ini yang membuat penonton merasa subjek lebih tinggi secara fisik atau lebih tinggi derajat nya dalam tatanan sosial. Hal seperti ini banyak kita temukan di film untuk memperlihatkan raja , hakim dsb. Kemudian ada juga yang disebut dengan Eye level – kamera sama tingginya dengan level subjek atau jika subjek berdiri / duduk kamera berada pada aksis yang sama dengan posisi subjek. Bisa dikatakan sebagai pandangan subjek ke subjek lain dalam sebuah potongan tapi bukan Point of View.
Pada dasarnya kamera angle dibagi dalam tiga jenis yaitu :
  • Obyektif camera angle
Angle obyektif maksudnya adalah kamera menjadi point of view cerita, artinya penonton melihat semua elemen visual yang sutradara berikan dalam filmnya. Contoh yang paling gampang adalah dalam film dokumenter dimana orang-orang tidak melihat ke arah lensa kamera atau dalam candid shot / kamera tersembunyi.
  • Subyektif camera angle
Angle subyektif maksudnya adalah seperti personal view point artinya penonton berpartisipasi dalam sebuah shot seperti pengalaman sendiri. Contohnya adalah shot dari udara atau aerial shot yang memperlihatkan pemandangan kota. Atau birds point of view.
Jika seorang aktor melihat langsung ke arah lensa / penonton maka penonton disini juga berpartisipasi dalam sebuah shot tersebut, maka bisa juga di sebut angle subyektif.
  • Point of view
Point of view adalah pandangan subyektif dari subyek dalam scene. Maksudnya jika kita melihat seorang aktor melihat ke arah langit kemudian shot selanjutnya adalah arak-arakan mega di langit maka shot ke dua tersebut adalah point of view subyek tersebut.
Jenis rekaman
Shot sering didefinisikan sebagai sebuah aktifitas perekaman dimulai dari menekan tombol rekam pada kamera hingga diakhiri dengan stop. Sedangkan Scene adalah sering diartikan sebagai tempat atau setting dimana sebuah cerita akan di mainkan, hal ini tentu saja terpengaruh dari dunia teater atau panggung. Sebuah Scene bisa terdiri dari beberapa shot atau bisa saja satu shot panjang yang disebut sebagai Sequence shot. Sequence adalah rangkaian dari beberapa scene dan shot dalam satu kesatuan yang utuh.
Tipe-tipe dari shot di bagi dalam beberapa bagian, hal ini akan sangat membantu pada komunikasi visual , ketika kita bercerita kepada penonton atau menyampaikan informasi kepada penonton maka kita memerlukan beberapa penekanan atas informasi penting tersebut, maka dari itu kita memerlukan detail penyampaian informasi tersebut untuk itulah kita memerlukan beberapa tipe shot, misalnya kita membuat close up dari sebuah benda agar penonton bisa lebih melihat detail atau menerima dengan jelas atas informasi yang kita berikan.
Type of shot :
  • Long shot
  • Medium close up
  • Medium shot
  • Knee shot
  • Full shot
  • Close shot
  • Extreme close up
  • Close up
Komposisi
Komposisi adalah bagian yang paling terpenting pada komunikasi visual karena komposisi adalah usaha untuk menata semua elemen visual dalam frame. Menata elemen visual disini bisa diartikan kita mengarahkan perhatian penonton pada informasi yang kita berikan kepada mereka. Atau dalam arti lain kita mengarahkan penonton pada Point of Interest ( POI ) dalam gambar yang kita buat. Dengan mengarahkan penonton pada PoI maka penonton akan bisa mengikuti cerita dalam film kita dengan emosi sepenuhnya. Jika kita terlalu banyak meletakan Poi dalam sebuah gambar maka mata atau perhatian penonton akan terbagi-bagi , akhirnya perhatian mereka pada cerita juga akan terganggu.
Dalam film atau dalam komunikasi visual kita harus memanfaatkan waktu seefisien mungkin agar penonton bisa mendapatkan semua informasi yang dibutuhkan dalam memahami film kita. Komposisi memang mempunyai aturan-aturan yang sangat ketat, akan tetapi kita bisa saja melawan aturan tersebut asalkan tetap bisa mengarahkan perhatian penonton pada Poi. Banyak sekali factor yang mempengaruhi komposisi diantaranya ; warna , garis , texture , bentuk , ukuran dan sebagainya. Yang menjadi sedikit mempunyai tantangan adalah dalam film kita mengkomposisi gerak. Karena bisa saja subyek atau kamera bergerak terus menerus sehingga kita harus terus mengatur elemen-lemen visual tersebut dalam frame kita, sehingga penonton tetap setia pada Poi.
Pencahayaan
Cahaya adalah salah satu elemen terpenting dalam sinematografi. Bahkan tak salah kiranya jika ada ungkapan Film are Light ! atau film adalah cahaya , karena memang untuk meng-exposed sebuah gambar kita memerlukan cahaya dan bahkan untuk melihat sebuah benda di alam ini kita memerlukan pantulan cahaya.
Seni menata cahaya dalam film menjadi bagian yang terpenting karena bisa mempengaruhi juga perhatian penonton terhadap cerita. Tata cahaya film sangat dipengaruhi oleh pengalaman kita melihat kondisi cahaya dalam dunia nyata, bagaimanapun juga cahaya dalam film meniru cahaya alam.
Secara Teori cahaya dalam film adalah 45 derajat tinggi dan jarak nya dari kamera, hal ini dikarenakan masalah estetis saja , artinya dalam sudut 45 derajat sudut cahaya yang mengenai wajah akan terlihat seperti yang kita lihat di alam nyata.
Dalam sinematografi kita hanya mengenal dua warna cahaya atau yang sering di sebut sebagai Daylight atau cahaya matahari dan Tungsten atau cahaya lampu ruangan. Dua jenis warna cahaya tersebut diukur dengan satuan Kelvin.
Karena hanya ada dua jenis warna cahaya dalam film maka kita bisa membaginya sebagai menggunakan warna Daylight untuk scene siang dan warna tungsten untuk scene malam. Tentu saja untuk tujuan kreatif hal ini juga bisa tidak dihiraukan, akan tetapi secara prinsip dua suhu warna tersebut yang harus kita gunakan dalam bercerita.
Film juga sangat sensitive dalam menangkap beberapa spectrum cahaya yang tak terlihat oleh mata kita seperti Ultra violet dan Infra red. Maka kita juga harus memperhatikan dua elemen spectrum tersebut dalam membuat film.
Hal yang perlu diperhatikan dalam menata lighting adalah bayangan atau shadow karena bayangan tersebut bisa mengganggu atau membantu gambar kita. Mengganggu dalam arti jika kita salah menempatkan cahaya maka di wajah aktor / aktris akan terlihat bayangan hidung , dahi dan sebagainya hal ini tentu saja bisa mengganggu penonton atau bahkan mengurangi kecantikan / estetika gambar kita.Pada film horror , sering bayangan digunakan sebagai elemen bercerita yang sangat efektif. Penonton bisa merasakan kehadiran makhluk halus dengan melihat sebuah bayangan melintas di depan frame dan sebagainya.
Pergerakan kamera
Pergerakan kamera atau lebih dikenal sebagai camera movement adalah sebuah usaha menggerakan kamera atau subyek untuk lebih mengenalkan ruang atau memberi kesan tiga dimensi sebuah ruangan, dimana penonton seakan bergerak masuk / keluar atau bergerak ke kanan / ke kiri mengikuti atau meninggalkan subyek.
Pada dasarnya Camera Movement terbagi dalam beberapa bagian besar yaitu :
  1. Subyek bergerak ke arah kamera / meninggalkan kamera
  2. Kamera bergerak ke arah subyek / meninggalkan subyek
  3. Kamera dan Subyek bergerak / mengikuti subyek
  4. Zooming atau pergerakan optis. Disebut pergerakan optis karena optik yg bergerak di dalam lensa.
Sebelum menggerakan kamera / subyek sebenarnya ada hal yang paling mendasar bagi cinematographer maupun filmmakernya yaitu :
  1. Kapan kamera / subyek harus bergerak
  2. Mengapa kamera / subyek harus bergerak
Hal ini berkaitan erat dengan pengadeganan atau mise en scene, dimana penonton akan mengikuti atau tidak bisa mengikuti cerita dalam film tersebut. Artinya karena gerak kamera terlalu cepat atau asal bergerak maka cerita yang ingin disampaikan atau informasi yang harus diketahui oleh penonton akan terlewatkan atau penonton tidak memahami / mendapatkan informasi tersebut.

Sumber : http://www.wikipedia.id/cinematography