Selasa, 29 November 2016

Ketika 24 Jam Masih Belum Cukup


Beberapa waktu lalu sempat terlontar keluhanku kepada sahabat segeng, “Duh, rasanya lelah banget banget nih gue, di kosan Cuma numpang tidur sekejap sama mandi doang, masa tiap hari ga lebih dari 6 jam gue ada di kosan. Pulang tengah malem, berangkat pagi buta. Gue kayaknya butuh lebih dari 24 sehari buat ngejalanin semua aktivitas gue” celetukku ditengah kerja kelompok membuat makalah salah satu matkul. “Hm Rin, emang segitu padetnya ya aktivitas lu? Awas ah jaga kesehatan, perbaiki lagi hayo time managementnya!” saran seorang sahabat.


Setelah difikirkan kembali, betapa nistanya diri ini, Allah memberikan 24 jam sudah sangat proporsional, disesuaikan dengan kapasitas diri kita dalam beraktivitas. Bahkan idealnya pembagian 24 jam waktu itu adalah 8 jam kerja, 8 jam istirahat, 8 jam rekreasi dan ibadah. Tapi manusianya saja yang bisa jadi selalu merasa kurang karena menuruti hawa nafsunya. So me, bukan waktunya yang kurang, tapi kitanya yang bisa jadi tidak bisa memanfaatkan dengan baik, kita bisa jadi yang memang terlalu serakah dengan hal-hal keduniaan sehingga waktu 24 dalam sehari, 7 hari dalam seminggu itu dirasa masih belum bisa memenuhi semua hasrat dan keinginan kita untuk mengejar banyak hal.

Banyak orang menyangka, menjadi mahasiswa yang sibuk dengan segudang aktivitas itu keren, berarti produktif dan hits banget ya, keren dia punya skill yang dibutuhkan di banyak area kegiatan sosial mahasiswa. Iya. Memang. Tapi yang keren itu nggak Cuma mereka yang sibuk dengan seabrek kegiatan, sampe-sampe rasanya dimana-mana kalo ketemu sama dia, kerjaannya lagi rapat mulu. Yang lebih keren itu dia yang tau kapasitas dirinya sampai mana dan kebutuhan dirinya seperti apa aja, jika dengan 1 atau 2 kegiatan luar aja udah cukup memenuhi kebutuhan, kenapa harus ribet ikut perpuluh-puluh kegiatan?! Apalagi kalo niat ikutan kegiatannya cuma buat keren-kerenan doang, nggak lah ya! Ingat lho ya tubuh punya hak untuk istirahat yang cukup dan berkualitas. Ini pesan terkhusus buat diriku sebenernya.

Mengetahui kapasitas diri itu perlu, supaya nggak kedodoran dan kewalahan sendiri ngatur waktu. Mengetahui hal apa aja yang bisa dikembangin dan diasah dalam diri juga penting, biar bisa memaksimalkan potensi diri dan jadi manusia yang bermanfaat, tapi dibalik itu semua, ga kalah penting untuk menunaikan semua kewajiban kita dulu. Jangan sampai yang sunnahnya dilakonin tapi yang wajib terabaikan. Kaya misal, tujuan utama kuliah apa? Ibadah sambil belajar kan ya, ini tuh malah sibuk banget kegiatan non-akademik sampe ibadah dan belajarnya (akademiknya) terlalaikan.

“gunakan kesempatan yang masih diberi, semoga kita takkan menyesal... Masa usia kita, jangan disiakan, karena ia takkan kembali... Ingat 5 perkara, sebelum 5 perkara, sehat sebelum sakit, muda sebelum tua, kaya sebelum miskin, lapang sebelum sempit, hidup sebelum mati”  jadi inget kutipan hadis Rasul yang disenandungkan dalam nasyid “Demi Masa” oleh Raihan yang juga sempat aku senandungkan dulu saat perayaan maulid nabi di madrasah diniyah. “Demi masa, sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, melainkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, yang nasehat menasehati dalam kebenaran dan nasehat menasehati dalam kesabaran” (QS Al-Ashr: 1-3).

Memang benar, ada banyak hal yang bisa kita capai dalam hidup kita, ada banyak visi dan mimpi yang memacu kita untuk  terus berjuang dalam upaya mencapainya. Selalu ada alasan "mumpung masih muda! mumpung masih jadi mahasiswa!" tapi tak sedikit yang memaknakan kata ini untuk mereka melakukan apapun yang mereka mau, terlepas dari worth it atau nggaknya apa yang mereka lakukan. Kenapa harus worth it? oh God! your past never back!  so, mari melakukan yang terbaik! mari menjaga diri kita dari ketidakbermanfaatan! jadi aktivis yang zuperbussy itu pilihan kita, jadi mahasiswa yang kupu-kupu juga pilihan kita, jadi mahasiswa yang ngejar prestasi segudang tentu pilihan kita juga, tapi kita nggak punya pilihan dan nggak bisa nawar-nawar lagi untuk waktu yang Allah kasih untuk kita, 24 hours per day and 7 days per week, 4 weeks per month and 12 month per year! jadi, silakan puter otak buat cari cara cerdas untuk memanfaatkan waktu, gimana caranya supaya itu waktu bisa dibikin produktif, seimbang antara kewajiban utama sebagai manusia, absolutely ibadah kepada Allah, dan semuamuanya kegiatan dan rutinitas kita.   


Seberapa cerdasnya pun seorang ilmuan, tapi ia takkan mampu mengembalikan waktu yang telah berlalu, meskipun hanya 1 detik saja. Seberapa kayanya pun kita, takkan mampu kita membeli waktu yang telah berlalu, meskipun hanya 1 detik saja. Maka dari itu, aku menulis ini sebagai refleksi diri untuk bisa mengatur waktu dengan baik, tidak mengabaikan hak-hak Allah dan hak-hak diri atas waktu yang diberi selama 24 jam dalam sehari. Mari mengoreksi diri atas waktu-waktu yang telah berlalu, sudahkah digunakan sebaik-baiknya untuk mempersiapkan diri dengan penjemputan-Nya yang pasti terjadi?! Ashtagfirullahaladzim, alladzi laa illahaillhuwalhayyul qayyum waatubuilaik.

Senin, 21 November 2016

Menerima Masalalu

Jika ditanya, hal apa yang paling sulit untuk aku lakukan? maka jawabanku adalah "Menerima Masalalu".  Kenapa begitu? Simak, inilah kisahku.
Setiap orang berkembang seiring menuanya usia kronologis dan matangnya usia psikologis. Idealisme yang terbangun dari mulai kita mampu berfikir kongkret hingga mampu berfikir abstak seperti sekarang ini. Banyak hal yang dulu fit dengan idealisme kita, namun setelah sekarang idealisme itu berubah semakin matang, hal-hal yang dulu kita lakukan kita sadari dan kita maknakan sebagai suatu kekeliruan dan kebodohan. 
Hidup terus berjalan, waktu terus bergulir, tidak
pernah ada tombol pause, stop, replay ataupun back
jadi, cobalah untuk terus berjalan dan terimalah
 siapapun kita dulu dan dari manapun kita bermula
Di masalaluku, banyak hal-hal jika jika aku terkenang dengan semua itu, maka aku benar-benar bisa mengutuki diriku sepanjang malam. Parahnya, bayangan masalalu tak bisa benar-benar hilang dengan mantra "Simsalabim" atau musnah begitu seja dengan sekali ketuk "Avadra Kadavra". Aku berfikir bahwa mengapa bisa sedemikian bodoh dan naifnya aku dulu sampai-sampai bisa melakukan hal-hal seperti itu dulu, padahal jika difikir kembali, seharusnya aku tahu itu adalah  dosa yang pantang dilakukan. Lalu aku meminta ampunan Tuhanku atas semua kesalahanku, lalu dengan penuh harap aku pupuk keyakinan bahwa Tuhanku sebaik itu, dia sudah jelas pasti mau mengampuni semua kesahalanku asal aku benar-benar bertaubat dan tidak lagi melakukannya. Aku rasa kini aku benar-benar bertaubat dengan hal itu.

Aku berfikir bahwa diriku harus menjadi sesempurna itu, namun ternyata aku dihadapkan pada kenyataan bahwa aku berasal dari suatu kisah pilu di masa lalu. disonansi kognitif yang benar-benar menyiksa. Aku tidak lagi menjadi sempurna seperti apa yang aku inginkan selama ini.
Melihat hal ini, maka aku harus belajar menerima masalalu, belajar memaafkan ketidaksempurnakan diriku, belajar untuk berhenti mengutuki kebodohanku di masa lampau dan kemudian mulai menerima semua kekurangan yang membuat aku belum mampu mencapai idealisme yang aku bangun. Aku harus bisa membebaskan diriku dari perasaan bersalah yang selama ini menjadi parasit, menggerogoti rasa percaya diriku dalam membangun kesempurnaan versi baru di masa depan. Aku harus belajar mengampuni diriku sendiri, sebagaimana Tuhan yang juga mengampuniku. Untuk apa selama aku memohon ampunan pada Tuhan, sedang diriku sendiri saja masih belum bisa mengampuni diriku?! 

Memikirkan kebodohan di masalalu hanya membuang banyak waktu yang seharusnya bisa digunakan lebih bijak untuk melakukan hal lain yang lebih bermanfaat. Faktanya menyumpahserapahi masalalu takkan bisa mengubah siapa diriku saat ini. Tuhan menciptakanku dengan penuh cinta dan kasih, taoi kenapa aku tak bisa mencintai diriku sendiri?! Kesempurnaan sebenarnya bisa jadi hanya bernilai subjektif saja, maka jadilah sempurna dengan cara dan versi kita sendiri. hiduplah untuk saat ini, berfikirlah tentang masadepan, dan belajarlah dari masa lalu. lepaskan dirimu dari semua rasa sesal dan bersalah,ampuni dirimu, lalu berjalanlah lebih jauh untuk meraih masa depan yang gemilang.