Kamis, 22 Januari 2015

Cerpenku : Menara Api




Menara Api

Karya : Rina Parliya


Angin gurun mengelus perlahan menerbangkan aroma bubuk mesiu, aroma kegelisahan dan keketiran seketika menyeruak jua mengendapi hari yang dijilati gagah mentari. Ameer mengayuh sepeda tuanya melewati gang- gang kecil di pemukiman padat penduduk Kishmar, sebuah distrik yang berjarak dua belas kilometer dari pusat pesta nyawa, Jalur Gaza – ranah Al-Aqsa. Raja siang tengah berbahagia menyambut nyawa – nyawa para syuhada yang dipanggil Tuhannya, suara rentetan peluru yang dimuntahkan panser – panser Israel tengah memupus segala kedamaian, suara rentetan itu ibarat lagu yang setiap waktu berdendang mengantar ruh – ruh kembali ke HaribaanNya, ratusan nyawa tak berdosa telah hilang akibat konflik tak berkesudahan ini, ratusan wanita menjadi janda, para bocah menjadi yatim dan para ibu kehilangan buah hati mereka. Ameer menghentikan laju sepedanya dan dengan segera merobohkan tubuhnya ketanah, kedua matanya yang bening purnama merekam ketika ratusan muntahan basoka berlomba meluncur mewarnai langit, dadanya berdegup kencang dan mulutnya tak henti menyebut asma Tuhannya.
“Assalamualaikum Ustadz!” sapa Ameer begitu dirinya sampai di masjid Al-Ulumussalam. “Waalaykumussalam, kemarilah Nak!” Ustadz Hakim menutup mushaf Al-Qur’annya dan memandang Ameer dengan senyum yang bersahabat, iapun duduk didepan Ustadz Hakim dan mengeluarkan buku catatan lusuhnya dari dalam tas kulit pemberian ayahnya. “Assalamualaikum! Maaf kami terlambat! Sekte Hizbun telah diserang Ustadz, Zainab menjadi seorang yatim!” pilu rasanya hati mereka mendengar berita itu, akan  ada berapa ratus lagi anak – anak yang menjadi yatim akibat kebiadaban tentara Zionis Israel? Retoris yang menjadi misteri dalam batin mereka. “Innalillahi wainna ilahi raji’un!” jawab mereka serempak. Semua mematung, luka jelas terlukis di teduh air muka mereka, hening sesaat. Sesosok tubuh  tinggi semampai, dengan  tudung putih yang melambai dipermainkan angin mendekati mereka, batang hidung yang menjulang indah tampak serasi dengan sepasang mata sebening embun dan lengkung alis yang hitam berkilat. Fatima, begitulah gadis belia itu biasa disapa. Teduh wajahnya tersembunyi dibalik tunduk, setelah mengucap salam iapun duduk disamping Ustadz Hakim yang tak lain adalah ayahnya sendiri.
Betapapun gentingnya situasi diranah suci Al-Aqsa ini, namun semangat juang dan semangat belajar tunas – tunas mudanya untuk belajar tak pernah surut. Ketika setahun silam ratusan basoka meluluh lantahkan bangunan sekolah Ameer, maka perjuangan untuk menimba ilmu tak turut terkubur hancur bersama ratapan puing – puing lara bangunan madrasah  itu. Bersama puluhan  rekannya, Ameer menimba ilmu di masjid Al-Ulumussalam, satu – satunya masjid agung yang masih berdiri di distrik Kishmar. Selepas dzuhur hingga pukul lima petang, mereka belajar bersama para Ustadz yang dengan sukarela membagi ilmunya pada para santri. Diranah zaitun  ini, nyawa ibarat barang obralan yang dengan  mudah  tumbang diberondong peluru muntahan monster – monster baja Israel. Ayah Ameer adalah salah satu korban kekejihan Israel, masih lekat diingatannya, ditengah malam ketika purnama menerangi langit Kishmar, sekelompok tentara Israel mendobrak pintu rumahnya dan menyeret ayahnya keluar dan membawanya kedalam mobil box hitam, jerit ibunya yang menyatat purnama tak sama sekali mereka dihiraukan, hingga detik inipun ayah Ameer tak pernah kembali dan tak diketahui keberadaannya.
Masjid dengan kubah putih keemasan dan menara yang tinggi menjulang meniangi langit ini, selain berfungsi sebagai sarana ibadah dan aktivitas syi’ar Islam, juga telah menjadi naungan Ameer dan kawan – kawannya menuntut ilmu. Dalam situasi genting seperti ini, bagi Ameer bukanlah suatu halangan untuk berhenti mengejar cita – citanya. Serba kurang tak menyulutkan semangatnya, kelak jika ia sudah dewasa, ia ingin menjadi seorang ahli tekhnologi yang menciptakan peralatan –peralatan canggih bagi perlindungan keamanan Palestina, sehingga negeri itu takkan lagi dijajah, “Takkan ada lagi tangis pilu dam rintih duka atas pertumpahan darah, takkan ada lagi dan tak boleh ada lagi!” Tegasnya dalam batin. Usia pemuda itu kini sudah menginjak angka 16, Perang telah mengajarinya banyak hal, termasuk arti mensyukuri nikmat Allah dan perjuangan tak kenal letih. Ameer faham bahwa dengan pendidikan, dirinya dapat menjadi cerdas, besar harapannya akan kemerdekaan tanah airnya ini dari cengkraman kaum Yahudi.
 Siang itu, seperti biasa Ameer berpamitan pada ibunya untuk pergi menuntut ilmu. Ditemani sepeda tuanya ia bergegas pergi, hanya butuh lima belas menit untuk sampai di Masjid Al-Ulumussalam dan setibanya disana, sayup terdengar suara lirih merdu lantunan kalam Tuhan. “Ya Ayyuhalladzina aamanu in’tansurullaha yansurukum, wayusabbit aqdamakum” (Muhammad : 7) desiran hangat menyusupi relung qalbunya, perlahan ia langkahkan kakinya mendekati sumber suara merdu itu. Dadanya berdegup kencang ketika kedua matanya menangkap sosok gadis cantik dengan hijab putih sedang memangku kitab, Fatimaa! Seru batinnya. Ameer tak pernah mengerti mengapa ada debar halus didadanya tiap kali kedua matanya memotret teduh air muka Fatimaa. Gadis ayu itu terkadang menari – nari di dalam otak Ameer, Masa remaja yang ia jejaki kini ternyata sudah mulai terhias rasa manis menyukai lawan jenis, namun Ameer faham betul bahwa bukan saat yang tepat untuk mengutarakan isi hatinya kini pada Fatimaa.
“Ameer, apa yang kamu lakukan disini Nak?” suara berat milik Ustadz Hakim membuyarkan lamunan Ameer. “Ah Ustadz, tidak, saya hanya sedang menunggu rekan – rekan lain!” jawab Ameer sekenanya. “Yang lain sudah datang, mari! Fatimaa, pelajaran akan dimulai, bergegaslah Nak!” seru Ustadz pada Ameer dan pada Fatimaa yang sedari tadi nampak asyik berkutat dengan mushaf Al-Qur’annya. Gadis itu menoleh, sepasang mata indah sebening embun itu bertukar pandang dengan sepasang mata kilat purnama milik Ameer, seuntai senyum tunduk terlempar bersamaan, degupan kencang bertalu-talu dalam dada Ameer. Pelajaran untuk hari ini adalah Fisika, Sains dan Al-Qur’an Hadis, dengan apik Ustadz Hakim menjelaskan semua materi dan dengan sabar menanggapi pertanyaan – pertanyaan dari anak – anak didiknya.
 Diakhir pelajaran, seperti biasanya Ustadz Hakim memberikan wejangan – wejangan pada para santrinya, “Nak, kalian semua adalah harapan Al-Aqsa, teruslah belajar dan berjuang, kemerdekaan takkan kita raih dengan hanya diam berpangku tangan,  keterbatasan dan ancaman bukanlah halangan untuk kalian gantungkan dan kalian raih mimpi – mimpi kalian! Tanah air kita membutuhkan kalian, tanah air kita memerlukan generasi cerdas untuk memimpin dan membebaskan kaum kita dari cengkraman Yahudi! Gantungkanlah cita – cita dan haarapan kalian lebih tinggi dari menara masjid ini! Kelak sekalipun menara masjid ini runtuh, maka haarapan kalian akan tetap hidup! Belajarlah dengan bersungguh-sungguh dimanapun, karena dengan kesungguhan itu, kalian dapat menjadi apa yang kalian ingin! Berjuanglah Nak! Wahai orang – orang yang beriman, barang siapa yang menolong agama Allah, niscaya Allah akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu! (QS Muhammad : 7)” tukas Ustadz Hakim dibarengi senyum hangatnya yang  menyusupkan keteduhan pada hati santri-santrinya.
Ameer menghampiri sepeda tuanya yang setia terparkir dihalaman masjid, ia harus segera pulang karena ia harus membantu ibunya menumbuk gandum dan membuat adonan roti, perkataan Ustadz Hakim tadi benar – benar membawa hawa positif yang menggebu dalam diri Ameer. Ia tetap bersyukur masih bisa mengeyam pendidikan ditengah konflik agama yang berkecambuk, langit Mei ibarat kanvas biru terang dengan lukisan awan – awan putih, Ameer berdiri dipinggir sepedanya, mata purnamanya menerawang jauh ke puncak menara masjid yang tinggi menjulang, “Aku berjanji akan menjadi seorang yang berguna bagi bangsaku, aku berjanji akan terus berjuang untuk kebebasan tanah airku, aku berjanji akan terus belajar agar aku bisa meraih semua mimpiku, aku berjanji akan menjadi seorang ahli tekhnologi dan menciptakan peralatan keamanan anti teror untuk Palestina,, agar kelak Palestina tak lagi tejajah seperti sekarang, Ya Rabbku, perkenankanlah! Wahai menara yang tinggi menjulang, saksikanlah! Saksikanlah bahwa mimpiku dan semangatku akan lebih tinggi menjulang dari padamu! Saksikanlah!” Janjinya dalam hati, sepasang purnama itu kini menyala berkilat-kilat, sungai kecil mengalir dipipinya dan haru berkecambuk dibatinnya.
Ameer mengayuh sepeda tuanya meninggalkan pelataran masjid, namun tiba-tiba terdengar suara lesingan senjata menderu, sebuah basoka berukuran 2 meter melesat membelah langit dan dalam hitungan detik tengah siap menghantam menara masjid, Duuuaaarrrr... akhirnya batang baja itu menabrak puncak menara dan kemudian meledak, Ameer melompat dari sepedanya dan membanting tubuhnya ke tanah, bibirnya bergetar menyebut asma Tuhan, dadanya terasa begitu sesak. Menara itu dalam hitungan menit berubah menjadi menara api, kobaran api menjalar menjilati tiang langit itu. Tak berselang lama, basoka kedua meluncur membombardir menara api itu, kali ini menara yang gagah itu terlihat pilu, bagian atas tubuhnya mulai hancur sedang angin dengan genit menyambar kobaran api, menara itu masih tampak tegar sebelum kiriman basoka yang ke-7 menggoyahkan kokoh pondasinya dan akhirnya menara api itu benar – benar tumbang, tak cukup sampai disana, hujan peluru dan meriampun turut membombardir masjid. Luka dan pilu jelas tergambar diwajah Ameer, duka mengalir deras dipipinya, sepasang rembulan molek itu kini tertutup hujan lara, satu – satunya tempat paling agung dan tempatnya menuntut ilmu kini hanya tinggal tumpukan puing-puing, hatinya seakan turut remuk  terkubur bersama reruntuhan, perasaannya pun seaakan turut terbakar bersama menara kebanggaannya itu, “Israel biadab! Aku berjanji akan membalas segala luka dan kehancuran ini! Ya Rabb, berilah kami kekuatan! Ya Rabb, kembalikan kedamaian kami!” batinnya.
“Innalillahi wainnailahiraji’un!” suara Ameer terdengar sayu bergetar begitu ia mendengar kabar bahwa Ustadz Hakim dan Fatima telah syahid dalam pesta peluru di masjid kemarin sore. Ameer dan puluhan santri lain kini telah kehilangan sosok guru terbaik dan juga sahabat terbaik mereka. Isak tangis mulai terdengar bergemuruh, ia pun tak kuasa menahan air matanya, masih tergambar jelas bagaimana teduh air muka dan senyum Ustadz Hakim dibenaknya, masih pula terngiang suara lembut memberatnya. Dadanya terasa begitu perih, ia tak hanya kehilangan sosok guru yang sudah ia anggap ayahnya sendiri, tapi ia juga kehilangan sepasang mata embun yang apabila ia pandang, maka sejuklah hatinya, senyum yang seakan lebih legit dari gulali, merdu lantunan ayat yang membuat hati menjadi syahdu, semua itu hanya tinggal sebongkah kenangan yang mengendapi perasaannya, perang benar telah merenggut orang-orang terkasih. .
“Celakalah kita kawan, kini tiada lagi guru yang akan mengajar kita, tiada pula tempat bernaung untuk kita belajar!” nada putus asa terdengar jelas dari ucapan Ahmed. “Kita bisa belajar dimanapun sekalipun tanpa guru kawan! Ingatkah kalian wejangan terakhir Ustadz Hakim? Gantungkanlah semangat dan cita-cita kita lebih tinggi dari menara mesjid itu, maka kelak meski menara itu runtuh, impian dan semangat kita akan tetap kokoh berdiri! Kini menara itu telah terbakar dan hancur bekeping-keping, tapi Allah tidak pernah hancur! Tapi mimpi, harapan dan semangat kita lebih tinggi dari menara itu! Semangat, impian dan harapan kita takkan terbakar dan hancur karena hujan peluru, kita adalah harapan terbaik yang dimiliki Palestina kawan! Al-Aqsa membutuhkan kita! Keterbatasan dan kekurangan bukan halangan untuk tetap berjuang dan belajar bukan? Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertawakal!” jelas Ameer panjang lebar, semua rekannya tertegun untuk kemudian mereka saling berangkulan. “Ya, Kawan! Kita akan berjuang bersama, kita takkan mengecewakan Al-Aqsa! Kita akan terus belajar, Allahuakbar!” seru mereka berbarengan, tangan mereka mengepal penuh gairah ketika takbir diserukan.
Angin menerbangkan debu-debu reruntuhan Al-Ulumussalam, menara dan bangunan masjid yang kemarin masih berdiri agung kini hanya tinggal ratap puing, luka belum kering dalam hati pemuda-pemuda itu, tapi semangat membuncah mengalahkan segala keputus asaan. Pendidikan adalah jalan terbaik untuk mencerdaskan diri guna menjadi penyongsong masa depan Al-Aqsa untuk meraih kemerdekaan. Meski kini mereka jauh dari fasilitas dan tekhnologi canggih, namun mereka percaya, bahwa Tuhan lebih canggih dari dan Tuhan Maha Pemberi Ilmu, mereke percaya “Fainna ma’al usrii yusraah”.  Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan.

Banjar, 07 Mei 2013

Karakter Orang Sukses

Ciri-Ciri / Kebiasaan Orang Sukses
Sukses bermula dari mental. Anda bisa saja miskin namun jika Anda yakin bahwa Anda bisa sukses, maka itulah yang akan Anda raih. Demikian juga sebaliknya, jika seseorang terlahir kaya, namun tidak memiliki mental sukses, maka kelak ia pun bisa jatuh melarat.

Tak peduli apa pun yang menjadi profesi kerja Anda sekarang, apakah karyawan rendahan atau bos sekalipun, Anda bisa meraih sukses dengan mengembangkan 50 kebiasaan sukses ini. Namun, ingat juga bahwa ukuran kesuksesan bukanlah uang, melainkan mental puas itu sendiri.

1.Carilah dan temukan kesempatan di mana orang lain saat orang lain gagal menemukannya.

2.Orang sukses melihat masalah sebagai bahan pembelajaran an bukannya kesulitan belaka.

3.Fokus pada solusi, bukan berkubang pada masalah yang ada.

4.Menciptakan jalan suksesnya sendiri dengan pemikiran dan inovasi yang ada.

5.Orang sukses bisa merasa takut, namun mereka kemudian mengendalikan dan mengatasinya.

6.Mereka mengajukan pertanyaan yang tepat, sehingga menegaskan kualitas pikiran dan emosional yang positif.

7.Mereka jarang mengeluh.

8.Mereka tidak menyalahkan orang lain, namun mengambil tanggung jawab atas tindakan mereka.

9.Mereka selalu menemukan cara untuk mengembangkan potensi mereka dan menggunakannya dengan efektif.

10.Mereka sibuk, produktif, dan proaktif, bukan luntang-lantung.

11.Mereka mau menyesuaikan diri dengan sifat dan pemikiran orang lain.

12.Mereka memiliki ambisi atau semangat.

13.Tahu benar apa yang diinginkan.

14.Mereka inovatif dan bukan plagiat.

15.Mereka tidak menunda-nunda apa yang ada.

16.Mereka memiliki prinsip bahwa hidup adalah proses belajar yang tiada henti.

17.Mereka tidak menganggap diri sempurna sehingga sudi belajar dari orang lain.

18.Mereka melakukan apa yang seharusnya, bukan apa yang mereka mau lakukan.

19.Mereka mau mengambil resiko, tapi bukan nekat.

20.Mereka menghadapi dan menyelesaikan masalah dengan segera.

21.Mereka tidak menunggu datangnya keberuntungan, atau kesempatan. Merekalah yang menciptakannya.

22.Mereka bertindak bahkan sebelum disuruh/ diminta.

23.Mereka mampu mengendalikan emosi dan bersikap profesional.

24.Mereka adalah komunikator yang handal.

25.Mereka mempunyai rencana dan berusaha membuatnya menjadi kenyataan.

26.Mereka menjadi luar biasa karena mereka memilih untuk itu.

27.Mereka berhasil melalui masa-masa berat yang biasanya membuat orang lain menyerah.

28.Mereka tahu apa yang penting bagi mereka dan melakukan yang terbaik yang mereka bisa.

29.Mereka memiliki keseimbangan. Mereka tahu bahwa uang hanya alat, bukan segalanya.

30.Mereka paham betul pentingnya disiplin dan pengendalian diri.

31.Mereka merasa aman karena mereka tahu mereka berharga.

32.Mereka juga murah hati dan baik hati.

33.Mereka mau mengakui kesalahan dan tidak segan untuk minta maaf.

34.Mereka mau beradaptasi dengan perubahan.

35.Mereka menjaga kesehatan dan performa tubuh.

36.Mereka rajin.

37.Ulet

38.Mereka terbuka dan mau menerima masukan dari orang lain.

39.Mereka tetap bahagia saat menghadapi pasang surut kehidupan.

40.Mereka tidak bergaul dengan orang-orang yang salah/ merusak.

41.Mereka tidak membuang waktu dan energi emosional untuk sesuatu yang di luar kendali mereka.

42.Mereka nyaman bekerja di tempat yang ada.

43.Mereka memasang standar yang tinggi bagi diri sendiri.

44.Mereka tidak mempertanyakan mengapa mereka gagal namun memetik pelajaran dari itu semua.

45.Mereka tahu bagaimana harus rileks, menikmati apa yang ada, dan mampu bersenang-senang dalam kecerobohan sekalipun.

46.Karir mereka bukanlah siapa mereka, itu hanyalah pekerjaan.

47.Mereka lebih tertarik pada apa yang efektif ketimbang pada apa yang mudah.

48.Mereka menyelesaikan apa yang telah mereka mulai.

49.Mereka menyadari bahwa mereka bukan hanya makhluk hidup belaka, namun juga makhluk rohani.

50.Mereka melakukan pada yang mereka katakan.

Jadi, apakah ada beberapa kebiasaan yang sudah menjadi bagian dari hidup Anda saat ini?! Jika ada, kembangkan itu, dan tambahkan peluang sukses Anda dengan melakukan yang lain.
Ingat, sukses bukanlah milik orang yang tidak pernah gagal, melainkan milik orang yang tidak pernah menyerah.


Rabu, 21 Januari 2015

Membenci Yang Tak Tahu Diri

Pagi Nan Hampa
Oleh : Rina Parliya

Terbangun sendiri, hampa menghampiri
Meratapi pagi, kabut enggan pergi,
Mungkin mengajarkanku menyembuhkan luka ini
Bening embun, tak mampu tandingi kilau air mata
Mentari tertawa, tahu dijiwa ini sebongkah duka menganga
Insan yang dikhianati mimpinya
             Dan diledek kenyataan, tewas ditepi langit jingga
Nanti rembulan akan semerah saga
Murka ditinggal sang pemuja
Lalu aku akan berteriak "Siapa kau?! Lancang menyabit!"
Angin akan mengantarkan suara tangisku menuju langit
Mengetuk pintu Arsy dimana Tuhan berdiri
Atau hujan akan membawa gemanya pergi
Adakah yang lebih nyata dari kepahitan ini?!
Sungguh pada siapa kini harus kubagi, selain padaMu?



Banjar, 21 Jan 2015

Minggu, 18 Januari 2015

Unpad... Unpad... Unpad Kita Bersatu! (The Story About Unpad Student Orientation Programme 2014)



Unpad... Unpad... Unpad Kita Bersatu!

Setelah beberes banyak barang bawaan, yup akhirnya gua siap untuk berangkat. Hiks sedih juga karena mulai besok gua bakal pindah ke Jatinangor, merasakan kehidupan sebagai anak kost lagi, Kayak jaman PKL dulu waktu SMK. Tapi sayang, badan lagi kurang fit, agak demam sama nggak enak badan, masuk angin kali ya?! Huuh... padahal besok bakal perjalanan jauh. Besok travel bakal ngejemput jam 6 pagi, so harus siap-siap dari pagi. Berat baget. Berat baget. Berat baget. Harus ningalin rumah, out dari ‘zona nyaman’ gua selama ini, jauh dari ummi abi, dari sanak family. But gua harus bangkit, katanya mau sukse?! Tapi gamau lepas dari ketek amak, so lame!
Malam ini gua tidur di kamar, mendadak insomnia kumat, jadi gua lewatin malam dengan ngelamun, menduga-duga apa yang bakal gua alamin di perantauan sana nanti, ah alangkah masih sangat betah untuk stay home, tapi apadaya demi masa depan yang lebih cerah, ya harus leave home, berubah status dari siswa jadi ’Maha’siswa, wooow ada ‘Maha’nya Fren sekarang mah!
Dilepas dengan tangis nenek, haru biru say see you sama keluarga and tetangga. Ah maaf aku banyak salah, doakan semoga aku sukses kuliahnya semua, Cuma kata itu yang terucap. Seriously, pasti bakal kangen beud sama home, sama kampung halaman, udah bisa dipastiin karena jarak yang jauh dan satu-satunya libur panjang adalah pasca UAS, So kemungkinan balik kampung nanti selepas UAS, 5/6 bulan lagi. Pasti kangen. Pasti kangen. Pasti kangen!
Tadaaa... hamdallah akhirnya gue sampai di asrama 2 mahasiswa Bidik Misi, itu tuh gedung merah samping rektorat. Setelah semua keperluan beres, urusan peralatan survivor,  beberes kamar, beli kebutuhan pokok ala ala anak kost (beras, mie instan, susu & camilan, obat magh & obat masuk angin) terpenuhi,  saatnya nyiapin diri buat Ospek! Wuih Ospek yee... udah negatif aja ekspektasi dan khayalan soal Ospek. Apalagi liat di TV, banyak kasus perpeloncoan dan penganiayaan senior pada junior saat Ospek, duh makin mules aja dah saat ngebayangin Ospek kuliahan kek gimana.
Atribut ospek di Unpad ternyata ga ribet, make baju seragam putih abu bekas SMA, make jas almamater, papan nama sebagai tanda pengenal, bawa handbook yang dibikin sendiri yang isinya materi seputar keunpadan, sepatu pantofel, pita kesehatan (yeah you know what I mean) obat-obatan, alas duduk, makan siang, masker, alat shalat, air buat wudhu, sumbangan buku sama beras, yah standar lah ya, ga ribet-ribet amat kayak jaman-jaman SMA dulu yang kudu make topi kerucut merah putih lah, kaos kaki kanan putih kiri item, tali sepatu make rafia, make kalung dari permen, teka teki makanan, papan nama make dedaunan lah dan lalalala yang gue sendiri ga faham sebenernya apa faedahnya.
PRABU alias Prosesi Penerimaan Mahasiswa Baru (kalo ga salah yee) merupakan sebutan untuk ospek di Unpad. Pagi-pagi jam 7 semua maba dikumpulin di lapangan GOR Djati Padjadjaran sesuai dengan kelompoknya. Nah tiap kelompok nih ada PJ atau senior pembimbingnya bberapa orang, yang tugasnya ngebimbing sama ngejagain kita-kita si maba emesh-emesh.  Tebak dah, ngapain aja coba pas PRABU? Disuruh sit up 100x, lari keliling lapang 10 keliling, jalan bebek, dimarah2in, dijemur seharian? OH NOOOOOO! Ekspektasi gue terhadap ospek aka PRABU di Unpad 1800 salah! Kita-kita nih para maba Cuma disuruh duduk lesehan di tenda biru, terus nontonin art show dari kakak-kakak senior, dengerin ceramah dari para dosen & petinggi unpad, terus dikasih materi tentang segala macem tektekbengek serba-serbi Unpad dan dunia perkuliahan. Gitu doang kok sumpeh ya, kaga ada galak-galaknya, kaga ada hukuman fisik dan bully-an dari senior kaya bayangan gue sebelumnya. Hahahaha udah suudzan duluan sih gue! Alhamdulillah PRABU berjalan aman, damai, tentram, sentosa, dan sejahtera, Cuma efeknya adalah pinggang pegel-pegel karena kebanyakan duduk. Plak plak plak tempelin koyo di pinggang sama minum multivitamin aja dah ya pas lagi Ospek, terus inget, JANGAN SAMPE KETIDURAN! Waaaaks
Di hari terakhir PRABU, itu bagian paling seru menurut gue, karena ada panggung bebas, mau dosen, mau senior mau junior boleh dah mau ngapain juga di itu panggung. Ada alat musik sm karaoke juga, jadi udah ketebak lah ya, itu panggung udah kaya panggung audisi The Voice of Unpad. Selain itu semua UKM aka Unit Kegiatan Mahasiswa di Unpad pada buka stand buat promosiin dan narik minat maba buat join sama mereka. Buanyak banget! Dari mulai klub olah raga, kesenian, bahasa, warta, teater, fotografi, paguyuban daerah, organisasi sosial, seni bela diri, wirausaha, drumband, keagamaan, musik, padus, catur, pecinta alam, dan banyaaaaak lagi. Tinggal milih dah mau join dimana aja. Selain itu juga ada bazar food & merchandise, segala souvenir Unpad ada! Udah kaya mengunjungi festival aja tau ga! Itulah keseruan ospek di Unpad pada tahun 2014, unforgetable banget sih bagi gue, and good luck for the newest journey folks!
U eN Pe A De, U eN Pe A De,
UNPAD, UNPAD, UNPAD, UNPAD
Kita Bersatu!

Good Bye and Welcome



Good Bye and Welcome

Lama tidak menulis, akhirnya bisa kembali mengisi halaman blog ini dengan beberapa potong kisah –potongan kecil mozaik yang baru kutemukan dalam kehidupanku- dimana dalam satu waktu harus kuucapkan dua kata yang kontradiktis sekali. Yeay, what do you guess? Masih lekat diingatanku, 13 Juni 2014 lalu adalah hari yang bersejarah dalam hidupku, dramatis? No! Not Really! Pasalnya akhirnya pada hari itu aku dan ratusan siswa/i SMKN 1 Banjar akhirnya harus ‘diusir’ secara terhormat dan sakral dari sekolah yang ‘memenjarakan’ kami selama tiga tahun ini. Ya. Hari itu adalah graduations ceremonial.
Mengenakan gaun ungu yang dipadu waran putih dan sedikit ‘dempul’ diwajah aku melangkah pasti ke sekolah. Sekolah. Sekolah. Sekolah. Entah mengapa kata itu seperti mantra, sebuah passcode yang membongkar berjuta kenangan. Seperti ladang, karena disanalah aku menggarap semua realisasi dari impian-impian, buah khayalan dan buah keyakinan. –back to my graduations ceremonial- sekolah nampak berbeda dari biasanya kala itu, lebih semarak dengan panggung, tenda warna-warni dan deretan kursi juga dengung gempita musik. Aku hanya memoles diri alakadarnya, apa pula untungnya harus membayar mahal hanya untuk memamerkan kecantikan yang tak seberapa? Oh God! Please it’s not a catwalk! But this’s a graduations ceremonial, just a celebration and party!
Ada yang hilang, dibalik sesak gempita jerit bahagia semua makhluk penghuni sekolah saat itu, yeay Im gone! I’v left this place, perhaps I love be here too much so I felt not really allright when I was leave. Wajah-wajah yang sudah banyak menyumbang warna dalam kanvas hidupku, setidaknya untuk tiga tahun terakhir ini, ofcourse my teachers and my friends. Dan mungkin ada seorang lelaki berjas diluar sana yang merasakan kehampaan juga. I dont know, haha just a puzzle that I never won’t to solve.
Yah, pada hari itu aku benar-benar harus mengucapkan ‘good bye’ pada sekolah. Pada almamater yang menjadikan aku sekarang ini. Just wanna say a big thanks for everyhing, for 3 years that we made a great colaboration. Saat itu aku gagal menjadi lulusan terbaik, tapi setidaknya aku masih bisa bertahan untuk tetap menjadi pencapai nilai tertinggi di kelas. Alhamdulillah, thanks Allah.
Welcome to the new collage! Sangat kontra disaat harus kuucapkan selamat tinggal pada masa putih abu dan disaat itu pula harus kuucapkan selamat datang pada diriku sendiri, selamat datang di dunia perkuliahan. Dengan debu jalanan, panas mentari yang menyengat dan keramahan langit, begitulah sat itu Universitas Padjadjaran menyambutku. Inilah dunia baru yang menantangku, dan kuterima tantangannya, pasti kan kujelajahi! My promise!
SNMPTN berbuah manis, alhamdulillah thanks Allah. Dengan bermodal buah perjuangan dalam raport selama 5 semester dan nilai UAN, Unpad memberikan satu jatah kursinya untukku di fakultas yang menjadi favorit tahun itu, yeay, Psikologi. Sebuah negeri antah berantah yang sebelumnya belum kujamah, begitulah gambaran kuliah di Psikologi bagiku. Bagaimana tidak, karena di sekolah tak pernah diajarkan Psikologi, luar biasa juga saat namaku tercatat diantara 146 mahasiswa yang diterima di fakultas ‘Wilhelm Wund’ itu, karena kualifikasinya seharusnya hanya bagi mereka lulusan SMA jurusan IPA yang berhak masuk, sedangkan aku berasal dari SMK, jurusan Tekhnik Informatika Multimedia pula! Nggak nyambung beud! Tapi begitulah rencana Tuhan, aku percaya inilah skenario yang Tuhan rancang dalam perjalananku menggapai terang bintang dan menjamah sasmita. Aku percaya inilah potongan salah satu mozaik kehidupanku yang menanti untuk disusun. Ya. Kan kususun hingga lengkap, kan kusatukan. Jika mimpi itu setinggi bintang maka ikhtiyar dan doaku adalah seluas galaksi ini dan keyakinanku seteguh langit yang berdiri walau tanpa tiang.