Sabtu, 16 Maret 2013

Apa Bedanya Orang Dewasa dan Anak - Anak TK?


Orang Dewasa yang Kekanak-kanakan atau Anak – Anak yang Dewasa Lebih Cepat?
Terkadang aku merasa bahwa Allah itu pilih kasih, namun ternyata Allah itu Maha Kasih. Allah ternyata bukan saja Maha Kasih, tapi Dia juga Maha Segalanya. Buktinya jika Allah tak mengasihiku, maka mungkin tulisan ini tak akan pernah aku tulis
Dulu, sewaktu aku masih menjadi anak - anak, Aku tak mengerti dengan jalan fikiran orang dewasa, semua masalah yang aku rasa hanya masalah seperti bagaimana anak – anak TK menyusun puzzle itu mereka jadikan masalah seperti halnya rumitnya kasus korupsi dan penyelidikan KPK pada para Koruptor.
Namun sekarang, aku menjadi sangat takut untuk menjadi dewasa,aku justru rindu masa dimana aku belum mengerti arti dari kata dan makna makna yang tersembunyi. Aku justru merasa lebih baik tak mengerti tentang ini semua, ternyata ini semua lebih rumit dari rumus – rumus Kimia yang dijejalkan kepadaku disekolah. Aku benci menjadi dewasa!
Mengapa orang dewasa tak bisa menyelesaikan masalah seperti halnya anak – anak TK ketika berebut mainan? Ketika berebut mainan, mereka saling mempertahankan namun kemudian kembali saling meminta maaf dan memaafkan.
Mengapa orang dewasa tidak bisa seperti itu juga?
Aku mulai mengerti, bahwa ternyata fikiran orang dewasa itu rumit, mereka tak mampu menyederhanakan hal – hal yang sebenarnya menurutku, bisa saja disederhanakan. Logika dan hati bukankah seharusnya bisa berjalan searah untuk terus melangkah maju dengan yakin dan tetap kuat meski banyak duri dan kerikil tajam terhampar.
Lalu kini, aku hanya termenung dikamarku, menatapi kicauan orang – orang dewasa, sambil sesekali melihat takut – takut dibalik tirai, mengenai apa yang mereka genggam. Aku akan lebih bahagia ketika yang mereka genggam itu kasih sayang, bukan justru kebencian.
Dulu aku berfikir, bahwa uang itu sumber kebahagiaan, karena dengan uang, aku bisa membeli apapun yang kuinginkan,aku bisa membeli gulali, es krim, baju, mainan, makanan dan banyak lagi, namun ternyata, aku lebih takut ditinggalkan sendirian dirumah ketimbang takut tidak memiliki uang,  karena uang tak mampu menggendongku ketika terjatuh, memupus rasa sakitku, menidurkanku dalam damai, mengajakku bermain, memasakkan makanan untukku, mencucikan baju untukku, apalagi membelaiku dengan penuh kelembutan. Aku mengerti, uang ternyata bukan sumber dari segala kebahagiaan itu. Kini aku semakin mengerti, uang justru menjadi sumber masalah. Uang justru menjadi hal yang membuat orang – orang dewasa tidak rasional! Lalu bisakah uang ditiadakan saja agar hidup terasa damai?
Mengapa mengasihi harus mengharap balasan? Dan mengapa kasih sayang harus hancur karena uang?
Mengapa pertikaian dibiarkan berlarut – larut? Bukankah seharusnya kasih sayang semua permusuhan itu seharusnya musnah?
Bukankah seharusnya orang dewasa dapat lebih bijak dari anak – anak TK yang saling berebut mainan untuk kemudian berbaikan kembali dengan sendirinya?
Tak pernah ada dendam dari kepolosan anak – anak TK itu, meski sebelumnya mereka berselisih. Tapi kenapa orang – orang dewasa, yang dikatakan sudah matang, justru tak bisa lebih baik dari anak – anak TK itu. Ketika orang dewasa berselisih, kenapa mesti selalu berujung di meja hijau yang penegak keadilannya saja mata duitan, kenapa harus berujung pada rasa dendam dan permusuhan berkepanjangan, padahal sesama manusia (khususnya Muslim) itu kan saudara, Kenapa sebelumnya jika sudah tahu akan terjadi konflik, mengapa mereka tak saling menjaga lisan dan menjaga hubungan agar tetap baik?! Mengapa tak mengambil hikmah dari setiap kejadian?!
Sekarang, umurku baru menginjak 16 tahun 8 bulan, masih ada 4 bulan lagi menginjak usia 17 tahun jika Allah mengizinkan dan memberiku umur yang panjang. Aku bersyukur, Allah mengizinkanku mengecap berbagai rasa asam manis pahit dari bahtera kehidupan yang fana ini, setidaknya meski usiaku masih seumur jagung, ada banyak hikmah yang dapat kupetik dari setiap kejadian dan ujian, dari setiap duri dan batu kerikil yang menghalangi perjalananku, dari setiap badai yang mengusik bahteraku.
Setidaknya aku benar – benar bersyukur, karena aku dapat memahami hal ini sebelum aku benar – benar menjadi dewasa. Terimakasih Ya Allah, tanpa hidayahMu, aku bukanlah aku saat ini, semoga ketika aku dewasa nanti, aku benar –benar bisa menjadi orang dewasa yang utuh, yang bukan hanya dewasa sebutannya saja, namun dewasa akhlaqnya, dewasa pemikirannya, dewasa setiap perkataan, tindakan, perbuatan dan dewasa dalam setiap pengambilan keputusan – keputusannya.
Mohon maaf jika banyak sekali kekeliruan dan kesalahan. 

0 komentar:

Posting Komentar