Minggu, 06 Maret 2016

I Will Be Stronger Than Sorrow

I will be stronger than my sorrow, than my sadness, than my loneliness and than my tears. I will seize the day and catch the future. Im swear!

Setelah dua tahun merantau, aku kira aku akan mulai lebih terbiasa dengan kehidupan tanpa Mama, tapi semuanya salah. Awalnya kukira akan mudah hidup sebagai perantau, tapi kenyataan mengkhianati ekspektasi. Siapa menyangka disini aku masih lebih sering merasa kesepian, siapa menyangka ternyata hidup sendiri itu begitu banyak menyusahkan dan menggores banyak luka.
Bukan karena aku begitu manja pada Mama, ah Mama dan Papah mendidikku untuk menjadi seseorang yang mandiri dan kuat, sejak kelas tiga sekolah dasar, aku sudah dibiasakan untuk mengerjakan berbagai pekerjaan rumah dan mengurusi kebutuhanku sendiri. Bukan, bukan karena Mama adalah seorang ibu yang pemalas atau ibu yang galak, tapi mama sudah dari jauh-jauh hari mempersiapkan aku untuk tumbuh menjadi seorang wanita yang mandiri.
Kehidupan kuliah tidak melulu tentang sok keren bergaya karena “gue mahasiswa” ada banyak hal yang tak bisa dengan mudah disepelekan dan tak seindah yang diekspektasikan. Ya, karena ternyata aku masih belum cukup kuat untuk memunggu beban ini sendirian. Karena pada akhirnya aku masih meraba-raba tangan Mama dan Papah saat pundak ini mulai terlalu lelah untuk menanggung semua ini sendirian.
Aku memang bukan tipikal orang yang dengan mudahnya bergaul dengan orang-orang baru, dan ternyata aku mulai tak bisa membohongi nuraniku sendiri. Ya, aku kesepian. Kodrati Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk sosial, yang hidupnya seimbang karena interaksinya dan saling membutuhkannya dengan manusia lain. Bahkan banyak penelitian dan teori yang mengatakan bahwa manusia yang tidak memiliki sahabat atau orang yang disayangi cenderung memiliki umur yang lebih pendek dan lebih rentan terserang gangguan kesehatan jika dibandingkan dengan orang-orang yang memiliki banyak sahabat dan bersosialisasi.
Aku bersyukur karena sejauh ini, aku tidak memiliki masalah akademik serius. Nilai-nilai yang aku peroleh tiap semester memang tidaklah mencapai nilai yang amat sempurna, tapi masih dikategori aman dan cukup baik. Yeah, not bad. Aku bukan pemalas dan bukan seseorang yang suka menunda pekerjaan. Setiap tugas dan ujian yang diberikan dosen, sebisa mungkin aku mengerjakannya dengan baik bahkan cenderung sulit puas dan terus memperbaikinya. Ya, karena aku rasa aku seseorang yang cukup terobsesi dengan kesempurnaan—read:Perfectionist--.
Yang menjadi masalah kini adalah, aku merasa begitu sulit menemukan sahabat yang cocok denganku. Ya, dengan karakterku yang independen ini. kadang  aku berfikir, mungkin hal ini disebabkan karena keindependenanku, yeah, I can stand on my own step. Aku benci ketika harus menyusahkan orang lain dan harus bergantung pada orang lain, walau pada faktanya ada saja hal-hal yang tidak memberiku pilihan selain harus agak merepotkan orang lain. Menjadi independen adalah sebuah pilihan, ya dan aku sudah memilihnya. But it doesn’t mean that I need not to have relations with peoples. Ofcourse ya, i need friends.
Aku memang memiliki beberapa teman yang cukup nyaman untuk berbagi, mereka orang-orang yang baik dan menyenangkan. Mereka tulus dan bisa memahami karakterku. Namun sayangnya mereka juga orang-orang yang hampir setipe denganku. Yeah, they’r independent peoples too. Kami sering bersama namun sering juga tidak bersama. Kami sering saling membutuhkan namun sering juga saling mengacuhkan. Kami sering saling peduli namun sering juga saling tidak mau tahu. Yeah, that’s we are!   
Disaat-saat penuh tekanan seperti saat ini, sungguh yang aku rindukan hanyalah rumah. Yeah, let me going home! Aku begitu rindu saat dimana aku menghamburkan semua tangisku pada mama, menceritakan hitam merah hari-hari yang aku lewati. Aku rindu panggilan mama yang nyaring saat menyuruhku segera sembahyang dan membangunkanku untuk bersiap berangkat sekolah. Aku rindu lembut nasi tungku dan sayur sup yang dimasakan mama untukku. Aku rindu ketika pulang sekolah Papah sudah menungguku didepan gerbang, aku rindu saat tangan kokoh Papah memijat kakiku yang pegal ngilu selepas pelajaran olahraga. Aku rindu aroma kamarku, aroma dapur, aroma lantai dan aroma mawar melati yang berlomba mekar dipekarangan.

Aku merasa muak terkadang, ketika aku menyadari bahwa aku kesepian. Aku muak ketika aku menjadi lemah dan terlihat begitu menyedihkan. Tapi kau tahu Ma, Pah, aku takkan menyerah begitu saja. Aku akan menjadi lebih tangguh daripada kesepian itu sendiri. Aku akan menjadi lebih kuat daripada rindu itu sendiri. Aku akan menjadi lebih bermakna dengan semua kesedihan ini. Ya aku akan pulang, segera, setelah semua airmata ini berubah menjadi senyum kebahagiaan. Doakan aku Ma, Pah...

0 komentar:

Posting Komentar